a. Pengertian Thalaq
Kata “thalaq” dalam bahasa Arab
berasal dari kata thalaqa-yathalaqu-thalaqa yang bermakna melepas/mengurai tali
pengikat, baik tali itu bersifat kongkrit maupun abstrak, kata thalaq merupakan
isim masdar dari kata thalaqa-yathaliqu-thathqar yang bermakna “irsai” dan
“tarku” yaitu melepaskan dan meninggalkan.
Al-Jaziri dalam kitabnya al-fiqh alal madzahibil arba’ah memberikan definisinya :
“Thalaq ialah menghilangkan ikatan
perkawinan / mengurangi pelepasan ikatannya dengan mempergunakan kata-kata
tertentu” Dalam istilah agama, “thalaq” artinya melepaskan ikatan perkawinan /
bubarnya hubungan perkawinan.
“Thalaq ialah melepas tali
perkawinan dan mengakhiri hubungan suami istri”.
b. Syarat-syarat Thalaq
b. Syarat-syarat Thalaq
1. Suami
a) Berakal
b) Baligh
c) Atas kemauan sendiri, karena bila
atas kehendak orang lain tidak sah. Rasulullah bersabda :
“Sesungguhnya Allah melepaskan dari
umatku tanggung jawab dosa silap, lupa dan suatu yang dipaksakan kepadanya”
Apakah orang yang menthalak tiga disebut thalak sunni
1. Malik berpendapat bahwa orang yang
menthalak tiga kali dengan lafazh satu kali tidak disebut thalak sunni.
2. Syafi'i berpendapat bahwa itu adalah
thalak sunni.
Sebab perbedaan pendapat : perbedaan memahami antara pengakuan
Nabi SAW terhadap orang yang menthalak tiga kali di hadapan beliau dalam satu
lafazh dengan pemahaman terbalik Al Qur'an tentang hukum thalak
Hadits
yang dijadikan hujjah oleh Syafi'i yaitu hadits shahih yang menerangkan :
"Bahwa Al Ajlani mencerai istrinya tiga kali di hadapan Rasulullah
SAW setelah selesai mengucapkan sumpah li 'an.” (Muttafaq 'Allaih.
HR. Al Bukhari (5259), Muslim (1492), Abu Daud (2254), An-Nasa'i (6/143), dan
Ahmad (5/336). )
Dia
mengatakan seandainya itu adalah thalak bid'i, maka Rasulullah SAW tidak akan
mengakuinya.
Adapun
Malik, setelah melihat bahwa orang yang mencerai dengan lafazh tiga berarti dia
telah menghilangkan keringanan yang Allah jadikan di dalam bilangan, dia
mengatakan bahwa itu bukanlah thalak
Para
pengikutnya mengemukakan alasan tentang hadits tersebut, bahwa suami istri yang
melakukan sumpah li'an menurutnya telah terjadi perceraian di antara keduanya,
karena sumpah li’an itu sendiri, maka telah terjadi thalak tidak pada
tempatnya, jadi tidak disifati baik dengan thalak sunni atau thalak bid'i. Dan
pendapat Malik -wallahu a'lam- di sini lebih kuat daripada pendapat Syafi'i.
Kata
“thalaq” dalam bahasa Arab berasal dari kata thalaqa-yathalaqu-thalaqa yang
bermakna melepas/mengurai tali pengikat, baik tali itu bersifat kongkrit maupun
abstrak, kata thalaq merupakan isim masdar dari kata thalaqa-yathaliqu-thathqar yang
bermakna “irsai” dan “tarku” yaitu melepaskan dan meninggalkan.[2]
Al-Jaziri
dalam kitabnya al-fiqh alal madzahibil arba’ah memberikan definisinya :
اَطَّلاَ قُ اِزْ لَةُ النِّكَاحِ
اَوْ نُقْصَانِ حَلِّهِ بِلَفْظٍ مَخْصُوْصٍ.
“Thalaq
ialah menghilangkan ikatan perkawinan / mengurangi pelepasan ikatannya dengan
mempergunakan kata-kata tertentu”
Dalam istilah agama, “thalaq”
artinya melepaskan ikatan perkawinan / bubarnya hubungan perkawinan.[3]
حُلُّ رَابِطَةٍ الزَّاوَاجِ
وَاِنْهَاءُ الْعَلاَ قَةِ الزَّوْجِيَّةِ
“Thalaq
ialah melepas tali perkawinan dan mengakhiri hubungan suami istri”.
b. Syarat-syarat Thalaq
1. Suami
a) Berakal
b) Baligh
c) Atas
kemauan sendiri, karena bila atas kehendak orang lain tidak sah. Rasulullah
bersabda :
اِنَّ اللهَ وَضَحَ عَنْ
اُمَّتِىالْخَطَاءَ وَالنِّسْيَانَ وَمَااسْتُكْرِ هُوَاعَلَيْهِ
“Sesungguhnya
Allah melepaskan dari umatku tanggung jawab dosa silap, lupa dan suatu yang
dipaksakan kepadanya”
2. Istri
a) Masih
dalam lindungan suami
b) Berdasarkan
atas akad perkawinan yang sah.
c. Hukum-hukum Thalaq
Dalam
kehidupan suami istri tidak sepantasnya mereka berusaha memutuskan / merusak
tali perkawinan. Meskipun suami diberi hak menjatuhkan thalaq tanpa alasan /
sebab termasuk perbuatan tercela dan benci Allah. Rasulullah bersabda:
اَبْغَضُ الْحَـلاَلِ اِلَى اللهِ
الطَّلاَقُ
“Perkara
halal yang paling dibenci Allah ialah menjatuhkan thalaq”
Dan
seseorang yang berusaha merusak tali hubungan suami istri dipandang keluar dari
rel kebijaksanaan hukum Islam dan tidak sepantasnya ia menanamkan seorang
muslim.
لَيْسَ مِنَّا مَنْ خَبَّبَ امْرَأَةً
عَلَى زَوْجِهَا
“Bukanlah
termasuk golonganku orang merongrong hubungan seorang suami istri”
Dalam hukum thalaq, para fuqaha
berbeda-beda pendapat mengenai hukum asalnya, yaitu pendapat yang menetapkan
bahwa suami diharamkan menjatuhkan thalaq kecuali karena darurat (terpaksa).
Adapun sebab-sebab dan alasan-alasan untuk jatuhnya thalaq yang menyebabkan
kedudukannya menjadi wajib, haram, sunnah dan makruh.
1. Thalaq
menjadi wajib bagi suami atas permintaan istri, dalam hal ini suami tidak mampu
menunaikan hak-hak istri, serta menunaikan kewajibannya sebagai suami.
Menurut
H. Sulaiman Rasyid bahwa thalaq menjadi wajib apabila terjadi perselisihan
antara suami istri dengan 2 hakam yang mengutus perkara keduanya sudah
memandang perlu supaya keduanya cerai.
2. Thalaq
menjadi sunnah apabila suami istri tidak sanggup membayar kewajiban (nafkah)
dengan cukup / si istri rusak moralnya (tidak menjaga kehormatan dirinya),
seperti berbuat zina, melanggar larangan agama / meninggalkan kewajiban agama
seperti shalat, puasa.
3. Haram
(bid’ah) jika istri dalam keadaan haid dan suami berlaku serong, baik dengan
bekas istrinya ataupun dengan wanita lain.
Sayyid
Sabiq mengemukakan bahwa thalaq diharamkan bila tidak ada keperluan untuk itu
dikarenakan thalaq yang demikian dapat menimbulkan mudharat.
4. Mubah,
hukum ini dibolehkan ketika ada keperluan seperti jeleknya perilaku istri,
buruknya sikap istri terhadap suami, suami menderita karena tingkah laku istri
dan suami tidak mencapai tujuan perkawinan karena istri.
5. Makruh,
dikarenakan thalaq itu menghilangkan perkawinan yang di dalamnya terkandung
kemaslahatan-kemaslahatan yang sunnahkan dan makruh merupakan hukum asal dari
thalaq tersebut.
d. Macam-macam Thalaq
1. Ta’liq
thalaq
Menta’liqkan
thalaq sama hukumnya dengan thalaq tunai, yaitu makruh (menurut hukum asal).
Tetapi kalau adanya ta’liq itu akan membawa kepada kerusakan sudah tentu
hukumnya menjadi terlarang.
2. Khulu’
(thalaq tebus)
Khulu’
adalah thalaq yang diucapkan oleh suami dengan pembayaran dari pihak istri
kepada suami, thalaq ini biasanya dilakukan atas kehendak istri dan dapat
dilakukan sewaktu suci maupun haid.
Khulu’
dapat mengakibatkan bekas suami tidak dapat rujuk kembali dan tidak boleh
menambah thalaq sewaktu iddah, hanya diperbolehkan kawin kembali melalui aqad
baru.
Beberapa
hukum tentang khulu’ diantaranya wajib apabila atas permintaan istri
dikarenakan suami tidak mau memberi nafkah batin terhadap istri, haram jika hanya
untuk menyengsarakan istri dan anak-anaknya. Mubah ketika istri ada keperluan
yang membolehkan istri menempuh jalan lain, makruh hukumnya jika tidak ada
keperluan untuk itu dan dapat menjadi sunnah bila dimaksudkan untuk mencapai
kemaslahatan yang lebih memadai bagi keduanya. Menurut Imam Syafi’i asal hukum
khulu’ adalah makruh dan dapat menjadi sunnah hukumnya bila si istri tidak baik
dalam bergaul bagi si suami.
3. Fasakh
Dalam
putusnya perkawinan sebab fasakh bahwa hukum Islam mewajibkan suami untuk
menunaikan hak-hak istri dan memelihara istri dengan sebaik-baiknya, tidak
boleh menganiaya istri dan menimbulkan kemudlaratan terhadapnya.
Pada
fuqaha menetapkan jika dalam kehidupan suami istri menimbulkan sikap
kemudlaratan pada salah satu pihak, maka pihak yang menderita dapat memutuskan
perkawinan melalui hakim untuk menfasahkan perkawinan atas dasar pengaduan
pihak yang menderita.
Beberapa
alasan fasakh
a) Tidak
adanya nafkah bagi istri
b) Terjadinya
cacat / penyakit pada salah satu pihak
c) Penderitaan
yang menimpa istri
4. Syiqaq
Syiqaq
adalah krisis memuncak antara suami istri dengan adanya pertentangan pendapat
dan pertengkaran yang tidak mungkin bisa untuk dipertemukan dan kedua belah
pihak tidak dapat mengatasinya. Firman Allah SWT
وَإِنْ
خِفْتُمْ شِقَاقَ بَيْنِهِمَا فَابْعَثُواْ حَكَماً مِّنْ أَهْلِهِ وَحَكَماً
مِّنْ أَهْلِهَا إِن يُرِيدَا إِصْلاَحاً يُوَفِّقِ اللهُ بَيْنَهُمَا إِنَّ اللهَ
كَانَ عَلِيماً خَبِيراً {النساء : 35}
“Dan
jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang
hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika
kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi
taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal”.
Kedudukan cerai karena syiqaq
bersifat ba’in (bekas suami istri hanya dapat kembali dengan akad baru).
5. Li’an
Kata
li’an adalah masdar dari kata laa’ana-yulaa’inu-li’aana dari
kata al-la’nu yang bermakna jauh, laknat / kutukan, sedangkan
menurut istilah ialah sumpah yang diucapkan oleh suami ketika ia menuduh
istrinya berbuat zina dengan 4 kali kesaksian bahwa ia termasuk orang yang
benar dalam tuduhannya, kemudian pada sumpah kesaksian ke lima disertai
pernyataan ia bersedia menerima laknat Allah jika ia berdusta dalam tuduhannya
itu.
Dengan
terjadinya sumpah li’an terjadilah perceraian antara suami istri dan tidak
boleh terjadi perkawinan kembali untuk selamanya. Hadits Nabi
اَلْمُتَلاَ عِنَانِ اِذَا تَضَرَّقَا
لاَ يَجْتَمِعَانِ اَبَدًا
“Suami
istri yang telah saling berli’an itu setelah bercerai tidak boleh berkumpul
untuk selamanya”.
Dalam
suatu perkawinan apabila ada permasalahan / perselisihan wajib diusahakan
dengan cara musyawarah dan mufakat, bila masih bertambah memuncak maka cara
yang harus ditempuh melalui cerai / thalaq.
Thalaq
adalah melepas tali perkawinan / mengakhiri hubungan suami istri hukum-hukumnya
yaitu wajib, sunnah, haram, mubah dan yang terakhir makruh yang merupakan hukum
asal thalaq. Sebab-sebabnya seperti ta’liq thalaq, khulu’, fasakh, syiqoq dan
li’an.
DAFTAR PUSTAKA
Drs. Murni Djamal, MA., Ilmu
Fiqh II, Jakarta : Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi.
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah
VIII, Bandung: PT. al-Ma’arif, 1983.
Zakiah Daradjat, Ilmu Fiqh
II, Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995.
H. Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, Bandung:
Sinar Baru, 1981.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar