Sabtu, 07 April 2012

PENGANTAR ILMU HUKUM


Bab I
Pendahuluan
Era Reformasi adalah ajang mencari bakat korupsi, bayak sekali pejabat-pejabat kita yang terjangkit korupsi dan seakan-akan korupsi menjadi ajang bergengsi tuk peroleh gelar dan mendapat setatus idola, kegemaran pejabat sekarang adalah korupsi yang dilegalkan dengan undang-undang juga peraturan dengan berbagai macam cara untuk pelegalanya. Dalam momentum Reformasi mulai bergema tentang pemberantasan korupsi, hingga akhir-akhir ini banyak yang meneriakkan tentang anti korupsi baik dari lapisan masyarakat maupun Mahasiswa. Bahkan di UIN sendiri telah dibuka ajang Gerakan Pemuda Melawan Korupsi (GPMK) dalam bulan oktober lalu telah mengadakan pertemuan mahasiswa melawan korupsi se-Indonesia.
Bahkan di UGM juga ada kajian tentang korupsi (PUKAT) yang mengupas tentang korupsi dan bagaimana pemberantasan dan penanggulanganya, tapi memang para pejabat kita ini tidak punya rasa malu. Dengan seenaknya memakan uang rakyat dan melegalkanya dalam bentuk undang-undang dan juga peraturan pemerintah.
Karena yang dihadapi adalah struktur yang sistemik bahkan membudaya, sehingga dirasakan adanya gejala bahwa perang dan pemberantasan korupsi mulai dikebiri. Korupsi hari ini bentuknya semakin licin, canggih, dan legal. Kebudayaan korupsi dikalangan pejabat ini benar-benar menyandra negri kita tercinta ini.
Bab II
Definisi korupsi
Secara umum dan dalam bentuk yang sederhana korupsi itu seperti halnya ada kekayaan Negara yang dicuri dengan melawan hokum, itu dalam bentuk sederhana. Misalnya ada harga aslinya adalah Rp. 100.000,- dinaikkkan menjadi Rp. 200.000,- dengan memalsukan kwitansinya dan banyak lagi yang lainya, mark-up istilahnya.1 Dalam hal lain adalah penyalahgunaan anggaran, ada anggaran tuk pembuatan wisma atlet Sea Games tapi dilarikan untuk anggaran belanja yang lain. Yang beritanya sekarang bisa kita saksikan dimedia-media sekarang ini, yang penanganannya sangat lambat sekali. Pengalihan-pengalihan anggaran itu dalam bentuk yang sederhana.
1 : dikutip dari majalah isro’ PUSHAM UII
Ada kedua, korupsi yang tidak merugikan keuangan Negara tapi merusak system Negara. Misalnya penyuapan. Penyuapan kan bukan tindakan yang merugikan Negara, tetapi kemudian merusak subsistem Negara. Nah, sekarang yang paling banyak ramai di Indonesia itu sebenarnya adalah korupsi yang menikah dengan Negara. Negara yang melakukan legalisasi dari proses korupsi. Seperti halnya yang sudah menjadi rahasia umum untuk memperoleh jabatan sebagai pegawai negri misalnya dia rela mengeluarkan uang sebesar 500 juta padahal dia hanya akan menjadi pegawai biasa yang penghasilnya sekitar 2 juta sampai 3 juta saja. Atau sekarang juga banyak terjadi diaparat kepolisisan yang berani membayar dengan harga tinggi dia akan menjadi polisi walau banyak persyaratan yang tak dipenuhi.
Hancur sekali Negara kita ini yang tidak selayaknya mengemban amanat malah dipilih tuk mengemban amanat yang akhirnya akan menghalalkan segala cara tuk mengembalikan uang yang telah dikeluarkan polisi tersebut. Missal juga seperti pemilihan Bupati yang ada sekarang ini, dia rela mengeluarkan uang sebanyak-banyaknya sudah menjadi rahasia umum pula setiap calon bupati harus mempunyai modal kurang lebih 15 milyar tuk memenangkan pemilu padahal masa jabatan hanya 5 tahun dan gajinya tidak bisa menutupi modal awalnya, terus apa yang terjadi dia juga rela menggelapkan uang Negara demi mengembalikan modal awalnya tersebut.
Zainal Arifin Mochtar, SH, LLM, Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi UGM mengatakan dalam wawancara dalam majalah Isro’ yang diterbitkan PUSHAM UII bahwa ada korupsi yang model purba, ada yang lebih keren, kalau mau kita simpelkan ada dua korupsi sebenarnya, pertama ada corruption by needs, korupsi karena kebutuhan, karena gaji rendah makanya dia korupsi, biasanya pegawai rendahan. Anda kalau mau bikin KTP, terpaksa harus memasukkan uang pelicin 10.000 sampai 20.000, itu kan penyuapan, tapi korupsi karena kebutuhan. Kedua, ada corruption by greeds, korupsi karena keserakahan, gajinya sudah menteri mungkin, sudah ratusan juta, tapi tidak cukup, dan serakah serta mengambil tempat-tempat lain.
Cara pembarantasanya kan beda, dua jenis ini, ndak mungkin disamakan, kita setuju bahwa keduanya harus diperbaiki, pasti harus diobati, tapi caranya harus berbeda, kalau corruption by needs, mungkin dengan pemberdayaan sekaligus pencegahan. Orangnya diberdayakan, karan gajinya sedikit maka gajinya dinaikkan. Akan tetapi kalau by greeds, menurut saya perlu pemberantasan dan pencegahan, dipenjarakan dengan cara radikal, keras misalnya. Jangan sudah korupsi sampai trilyunan penjaranya Cuma 3 tahun sampai 4 tahun, harus dikasih hukuman maksimal. Kita tengok aja kasus wisma atlet ini apakah pelakunya akan dibebaskan atau dihukum mati seperti yang dilakukan di Cina, atau malah mungkin dibebaskan seperti yang dilakukan Pengadilan Tipikor belakangan ini. Padahal sudah banyak yang dirugikan harusnya kan mendapat hukuman yang sangat berat karena itu masuk kejahatan (musuh manusia), ia telah banyak membunuh orang-orang miskin yang sangat membutuhkan uang, yang telah dikorupsi para koruptor tersebut. Dalam kenyataan yang ada sebenarnya Negara kita adalah Negara yang kaya dan makmur kalau dari temuan BPK, jumlah kebocoran anggaran kita ini sekitar 20 sampai 30 persen, kebojoran bisa sampai beragam, bisa korupsi bisa inefisiensi. Inefisiensi itu misalnya pelantikan anggota DPR emngahbiskan dana 60 milyar atau yang telah terjadi belakangan ini yaitu resaffel menteri yang menghabiskan banyak juga anggaran Negara. Tapi kalau ada save bisa ditutup kebocoran anggaran tersebut, bayangkan jika Negara punya 1000 trilyun, 20 persennya sekitar 200 trilyun. Banyak hal yang bisa dilakukan. Anggaran pendidikan, anggaran apa yang untuk memperbaiki negri, atau membuatkan tempat tinggal bagi masyarakat yang terlantar, banyak hal yang bisa dilakukan andai itu bisa di-save.
Maka sangat penting untuk melakuakan pemberantasan korupsi. Yang paling penting adalah pemberantasan yang corruption by needs, itu diperdayakan supaya tidak lagi korup, pada saat yang sama pengawasanya diperbaiki. Yang corruption by greeds, diperlakukan secara tegas pemberantasnya, diberi hukuman seberat-beratnya atau mungkin diberi hukuman mati, agar menjadi penjera bagi koruptor yang lain, pada saat yang sama dicegah, dan dibangun system supaya tidak korup lagi. 2           
Bab III
Maraknya legalisasi korupsi dengan peraturan dan UUD
Dengan perkembangan zaman yang ada sekarang ini banyak pejabat-pejabat yang meligalisasi korupsi seperti pembuatan undang-undang yang menguntungkan pihak-pihak tertentu. Berarti wakil rakyat sekarang ini telah menjual hak-hak rakyatanya dong. Padahal dia wakil rakyat terus apa yang harus kita lakukan dan kenapa juga para pembela HAM tidak memperduliakan hal ini. Apakah dia takut atau tidak ada bayaran tuk membela rakyat yang tak punya uang. Contoh secara nyata yaitu coba kita membaca undang-undang tentang pelayaran, bayangkan dalam UU pelayaran itu pihak asing bisa memiliki pelabuhan, dengan konsep sewa beberapa tahun. Itu pastinya ada kongkalikong antara anggota DPR dan pihak asing yang membayar DPR dalam beberapa rapat. Bahaya juga kan bila seperti akan banyak terjadi penyelendupan yang bisa dengan seenaknya keluar masuk ke Negara kita. Itu semua masuk dalam penjualan kewenangan dan telah melanggar hak rakyat. Atau mungkin kita membaca tentang UU no 9 tahun 2009 tentang badan hokum pendidikan, privasi pendidikan/UU ini menjadi legalisasi pemerintah, dalam UU BHP ini pemerintah masih mewajibkan masyarakat untuk membayar pendidikan, padahal pemerintah seharusnya memberikan pendidikan
1 : dikutip dari majalah isro’ PUSHAM UII
Cuma-Cuma/gratis kepada rakyatnya. Apalagi penduduk miskin meningkat tajam pada tahun-tahun sekarang ini. Dan bahkan banyak lagi kasus-kasus yang lain.
Apalagi sekarang banyak bermunculan agama dijadikan sebagai kedok untuk memperkaya diri sendiri dan banyak juga korupsi yang mengatasnamakan agama. Semisal dalam renovasi pembangunan masjid manyak kita ketahui juga yang terlibat dalam panitia pembangunan adalah kerabat dekat mereka, dari pembuat pintu, kusen, atau bahkan mungkin kontraktornya juga dari keluarga sendiri. Bahkan banyak praktek korupsi yang dilakukan pintu yang harga asalnya sekitar 2 juta ternyata dalam catatan bisa nyampek 5 juta, apa ini tidak gila, agama seagai sentral masyarakat ternyata sudah banyak penyelewengan terjadi. Bahkan dalam beberapa pekan ini telah dilangsungkan Idul Adha (hari raya qurban) ternyata nilai kesakralanya telah ternodai dengan perbuatan kaumnya yang aslinya sapi yang berkisar harga 9 juta tipe A1 yang telah disepakati bersama, ternyata yang nyampek di tempat hanya kapasitas A3 yang berkisar harga 5 juta saja, terus dikemanakan uang 5 juta itu, padahal itu milik umat, dan yang mngerikan lagi adalah sapi tersebut mengalami penyakit dalam hatinya yaitu banyak cacing pita dihati sapi tersebut, dalam kesehatan kan makan daging sapi seperti itu tidak diperbolehkan, tapi kenapa hal yang seperti ini marak terjadi. Disitu juga kepentingan yang bermain dan juga kekuasaan yang melegalisasi perbuatan tersebut.
“ siapa yang punya kepentingan terhadap kebijakan, kita harus melihat tiga segi emas : penguasa, pengusaha, dan rakyat. Lebih spesifik kebijakan publik itu semestinya bersesuaian dengan konstitusi. Publik sebernarnya rakyat itu sendiri dimana lokasi itu ada, maka disitulah mereka semua dilibatkan. Setelah itu baru tim perumus mendengarkan, mengabstraksikan apa yang paling menyentuh dari persoalan-persoalan masyarakat. Namun, saying kebijkan public tidak sesuai dengan teorinya, sekedar procedural dan politik sekarang diartikan take and give.” Prof. Dr. san Afri Awang.
Hokum dalam Negara modern sangatlah penting untuk menjamin keberlangsungan hidup seorang ataupun kelompok. Adanya jaminan hokum, setidaknya menjadi landasan yang kuat bagi aparat keamanan, kemana mereka akan berpihak jika ada persoalan. Hokum berarti rujukan yang final dari benar dan salahnya suatu tindakan. Hokum  harus ditegakkan walaupun langit runtuh, itulah kira-kira motto penegak hokum sampai hari ini yang bisa dibeli dengan uang secara kenyataanya.
Bila hokum tidak diselewengkan oleh para aparat penegak hokum, dia akan menjadi momok bagi pelanggar hokum, hukum menjadi hebat, karena hkum dirumuskan dalam pemegang otoritas Negara, pemerintah dan dewan perwakilan rakyat. Mereka terpilih karena mengatas namakan rakyat, mewakili rakrat, dan menyuarakan suara rakyat yang sangat banyak. Otoritas penguasa tersebut terwujud dalam kekuasaan politik yang sangat kuat. kebijakan-kebijakan public merekalah yang mengatur semuanya. Control kebijakan penguasa seringkali macet karena mayoritas Dewan Perwakilan Rakyat berlatar ideologi politik dan kepentingan  yang sama, yaitu memikirkan keuntungan diri sendiri dan kelompoknya, kompromi politik sudah biasa.
Bahkan sangat banyak kebijakan-kebijakan hokum yang bermasalah setelah diputuskan dan itu sangat menyengsarakan rakyat dan menguntungkan salah satu pihak saja, coba kitakaji bersama tentang UU No 22 tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas, UU No 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, UU No 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal, UU No 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara, UU No 9 tahun 2009 tentang Badan Hokum Pendidikan, Perpres No 55 tahun 2005 tentang Harga jual Eceran BBM dalam negeri dan beberapa kebijakan pemerintah yang mendiventasi dan menjual perusahaan-perusahaan penting Negara.
Munculnya kebijakan dan peraturan public yang melenceng dari konstitusi memang tidak bisa dilepaskan dari aktor-aktor yang ada dipemerintahan dan parlemen. Bahkan dalam rancangan kebijakan atau peraturan, memang konsep yang ada sudah melenceng dari filosofi dan ketentuan kontitusi. Ada actor-aktor yang sengaja dipersiapkan secara sistematik untuk mengawal kebijakan-kebijakan dan pengaturan perundang-undangan demi kepentingan sepihak yang bisa menghasilkan keuntungan pribadi, bukan keuntungan rakyat, apakah anggota pemerintrahan seperti ini layak dijadikan wakil rakyat. Ini semua bisa kita nilai dan tengok sedang ketidakadilah ada didepan mata dan juga melanggar Ham. Tapi, dimana para manusia yang mengatasnamakan Ham, dia hanya muncul saat ada uang dibelakangnya.
Harus ada pertanggung jawaban secara umum penyelengara Negara yang bertujuan untuk melayani rakyat dari segala bentuk penyelenggara Negara , mulai dari eksekutif, legislative, atau yudikatif. Pada hakekatnya mereka dipilih oleh rakyat untuk melakukan kesejahteraan bagi seluruh rakyat, tapi kenapa setelah dipilih malah kebijakan yang rumuskan banyak merugikan rakyat. Bahkan masa sekarang ini para penegak hokum hanya memikirkan uang dan uang saja diotaknya, hal yang untuk menegakkan keadilan tidak ada dalam benak meraka, seperti kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga yang lain masih mengalami ketergantungan terhadap anggaran dan politik pada pemerintahan dan wakil rakyat. Sekarang ini penegakan hokum di Indonesia sudah banyak penyelewengan dan kalah dengan uang atau dalam kata lain hokum adalah permainan materi semata, apakah hokum di Indonesia ini bisa dipertahankan padahal kenyataan yang ada, hukum sudah sepihak dalam menjalankan keadilan.   

Bab IV
Sejauh mana pemberantasan korupsi dengan lembaga yang ada
Memang sangat sulit mengatakan sejauh mana  pembernatasan yang sudah dilakukan saat ini, padahal telah banyak anggaran Negara yang telah terkeluarkan untuk membuat lembaga  hokum seperti halnya KPK., Pengadilan Tipikor, pengawasan pencucian uang kita bikin PPATK, semua tenaga itu telah kita bikin dan telah kita mengetahui perkembangannya dari awal dibikin sampai sekarang ada beberapa berita tentang pembubaran KPK, dan pengadilan tipikor.
Jika memang harus membubarkan pengadilan tipikor yang tak maksimal dalam menjalankan tugasnya, malah banyak membebaskan para terduga korupsi yang banyak sekali. Tapi, kita juga harus ingat pula banyak juga yang dapat dipidanakan. Mungkin bisa lebih dimaksimalkan atau mengambil personel baru yang bukan dari kalangan polotik pemerintahan. Tapi, dari kalangan biasa yang kompeten dan empunyai idealism yang tinggi untuk menjalankan keadilan sebenarnya. Walau dalam masa sekarang ini sanagt sulit menemukan orang yang seperti itu, atau mungkin di cari tau masalahnya kenapa pengadilan tipikor membebaskan para koruptor, dikarenakan kekurangan bukti atau ada unsure penyuapan dalam hakim da kroni-kroninya. Sangat disayangkan bila harus membuang uang yang sangat besar dalam pembuatanya. Tapi, dibubarkan denga begitu saja.
Dan sebelum pembubaran pengadilan tipikor kita juga pernah mendengar kabar tenatang DPR yang akan membubarkan KPK. Ada unsure apakah seperti ini ataukah DPR takut dengan KPK, karena telah banyak para korupsi yang tertangkap dan terjerat. Pada saat ini KPK adalah sentral penegakan hokum yang konsisten dalam memperjuangkan keadialan, berbeda dengan aparat penegak keadialan yang lain, yang hanya mementingkan kepentingan pribadi saja. Bahkan sekarang sudah menjadi rahasia umum bahwa polisi atau aparat yang lain dapat kita beli dengan uang. Jika ada uang maka mereka akan jalan jika tidak ada uang mereka akan diam dan membisu. Walau banyak ketidakadilan yang harus diberantas.
Apa yang terjadi dengan KPK sepertinya banyak yang tidak suka dengan kedudukan KPK dalam pemberantasan korupsi. Seperti halnya sekarang anggaran untuk menjalankan aktifitas dalam pemberantasan dikurangi. Apakah ini upaya pemerintah agar pemberantasan korupsi bisa mandek dan tidak menindak pemerintah dengan mengurangi anggaran dana dan membatasi personel KPK sendiri. Jika ingin Negara kita bisa maju harus disokonglah dana yang lebih supaya banyak koruptor yang bisa cepat ditangkap. Dengan pengekangan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap KPK pasti akan banyak pelaku korupsi yang tidak bisa dikontrol dan makin membudaya.
Kalau ditanya penyebab kemandegan tersebut yang harus diadili pertama kali adalah kekuatan politik yang masih mendominasi kata (Budriland) atau menghagemoni kata  (Karl Marx). KPK sendiri telah dibajak oleh pemerintah yang condong dalam politik pencitraanya. Hanya pandai pidato tapi tak cakap dalam tindakan, hanya teori realisasi yang tak ada. KPK sendiri terjebak dalam system DPR, contonya pemilihan KPK itu dilakukan oleh komisi III, andaikata dalam komisi ini banyak terdiri dari partai-partai besar missal aja Golkar dan PDI ini menikah selasai sudah. Itu yang membuat betapa mudahnya terjadi politisasi. Dan bahkan banyak juga anggota KPK dari partai-partai usungan komisi III tersebut.
Kenapa presiden tidak tegas dalam pemberantasan korupsi, hemat kami adalah adanya jebakan politik. Sedangkan partai yang didukung Cuma 31 persen, mudah sekali ini digoyang oleh partai lain, mau tidak mau dia mencari dukungan dari partai lain dengan cara menyenangkan partai lain. Itu memang secara teoritik adalah jebakan system presidensial dengan system partai majemuk (multipartai), mau tidak mau presiden yang memiliki dukungan politik rendah terpaksa harus menjual sebagian kewenanganya untuk partai-partai agar kemudian dia didukung. Itu factor salah satunya, mungkin salah duanya adalah kualitas. Orang yang terpilih dari proses politik, secara rahasia umum semua adalah hasil menyuap. Dan kami nggak yakin semua dilakuakan tanpa adanya politik uang. 
        
Bab V
Adakah kepercayaan terhadap parlemen
Memang kita tidak percaya terhadap parlemen tapi, yang menjadi maslah adalah bagaimana kita bisa memperbaiki system yang telah berlaku pada sekarang ini, ataukah dengan system pengganti yang seperti apa, kalau misalnya kita sodorkan system islami misalnya, kalau pribadi kami sendiri sangat setuju, bagus, baik, akan tetapi untuk mengubah system tersebut kita harus masuk pada undang-undang dasar, pada saat yang sama mekanisme undang-undang, proses perubahan amandemen itu harus melalui partai politik lagi, yaitu melalui DPR , padahal hal tersebut sangat banyak sekali bahkan takut bila diperlakukan system islamis,  karena pada kenyataan yang berlaku banyak dari golongan DPR yang menjadi pelaku korupsi, seperti yang telah kami tuliskan sebelumnya banyak kasus-kasur pembuatan undang-undang yang hanya mementingkan salah satu pihak saja yang notabenya yang mempunyai uang banyak.
Coba bila demokrasi diindonesia saat ini bisa dijalankan secara selaras pasti suara rakyat bisa dijadikan acuhan untuk pembuatan undang-undang, tapi kenyataan yang ada malah sebaliknya suara rakyat hanya dijadikan sebagai suara tanpa rupa saja. Rakyat hanya dijadikan sebagai penonton yang tak boleh mengeluarkan pendapat ini sudah melnggar HAM. Terus dimana para penegak HAM selama ini. Coba misalnya rakyat mendesak untuk perubahan atau mendukung hukum islam. Iya, sih bisa akan tetapi anehnya negeri ini adalah semua diputuskan dengan kontitusi. Coba mari kita telaah bersama bahwa perubahan undang-undang bukan lah suara rakyat yang membuat berubah. tapi, persetujuan 2/3 anggota MPR. Yang diterangkan dalam undang-undang pasal37. Andai saja 2/3 MPR setuju bahwa mari kita rubah hokum negeri ini menjadi hokum islam misalnya. Menegaskan syari’at islam, selesai, bisa, ndak ada masalah, karena proses yang dilalui secara kontitusional, masalahnya kita rasa hal yang seperti itu tidaklah mungkin, kekuatan partai-partai politik yang terbajak itu mampu menghiyakan proses-prose itu. Itulah ribetnya. Dan itu menjadi kelemahan parlemen kita yang berkoar-koar menjunjung tinggi suara rakyat.  
Bab VI
Tanggung jawab siapa dalam pemberantasan korupsi? KPK saja, atau Aparat  Negara
KPK adalah lembaga formal, polisi juga lembaga formal, seharusnya kewajiban mereka adalah menegakkan hokum, bukan kewajiban panggilan morala saja, tapi perintah undang-undang dasar, adalah perintah sejati yang menjalankan dan menegakkan ketidak adilan adalah pemimpin, seharusnya pemimpinlah yang bertugas penuh atas adanya tindak korupsi yang banyak terjadi belakangan ini. Dalam bangsa kita ini, bukan hanya kehendak moral yang dijadikan acuan tapi, kewajibanya yang harus diutamakan. Dan bila bicara tentang pemberantasan. Maka bukan salah satu pihak saja yang mempunyai beban atau kewajiban. Tapi, kita semua dan semua kalangan elit politik yang ada dalam jajaran pemerintahan dan rakyat.
Dari rakyat paling tidak kita harus mau berfikir dan belajar dari hal-hal yang sederhana, kadang-kadang kita mau berfikir besar, padahal besar dimata kita belumtentu besar dimata orang lain, dan begitu pula sebaliknya kecil dimata kita juga belum tentu kecil dimata orang lain. Kenapa kita tidak berangkat dari hal-hal yang sederhana. Kita sebagai umat islam sering tidak sama antara ediologi yang ada dikepala dengan tindakan, kepala kita idealis, tapi kenapa tindakan kita pragmatis. Kita yang teriak-teriak anti korupsi, tidak boleh korupsi, tapi ketika bikin SIM tetap aja pakai nyogok,bukan terpaksa, kenapa tidak mendesakkan. Kami bilang pragmatis tadi, kita tidak tahan diperlakukan berlama-lama kemudian kita memotong jalan dengan cara nyogok tadi, pragmatis kebutuhan individu. Kita bicara soal kebutuhan membangun system yang lebih baik, kalau anda mau berkorban, kenapa tidak tahan dengan berlama-lama. Bayangkan kalau keudian seluruh orang melakukan itu, nggak ada yang disuap dan penyuapan tidak akan terjadi.
Atau karena memang masyarakat kita tidak memahami tentang kaidah-kaidah hokum. Jadi begini, masyarakat kita khususnya di Indonesia banyak sekali masyrakat yang tidak mengerti tentang hokum atau undang-undang yang telah dibuat oleh pemerintah. Semisal adanya undang-undang baru yang diamandemen masyarakat tidak tau bagaimana menyikapi hal tersebut, karena kurannya sosialisasi tentang hokum-hukum yang baru dibuat kepada masyarakat awam. Pemerintah terlalu asyik dengan kepentingannya membuata undang-undang yang banyak menghasilkan uang dan terlalu lambat dalam memikirkan kepentingan dan keinginan rakyatnya.
 Perubahan tatanan kepemimpinan dalam birokrasi pemerintahan akhir-akhir ini ternyata tak menyisakan harapan bagi masnyarakat. Ditengah-tengah gencarnya penanganan korupsi, ternyata lambaga pemberantasan korupsi pun diadili. Korupsi pun banyak merajalela hingga ke daerah-daerah. Parahnya ditengah keadaan seperti itu, ternyata makna korupsipun mengalami pelebaran. Sepertihalnya korupsi politik, korupsi seperti ini lebih sistematis dari pada korupsi yang dilakukan oleh perseorangan. Selain merupakan kejahatan yang luar biasa, korupsi politik memiliki hubungan dengan ideologis hokum dan system penegakan hukumnya.hal ini tentu saja sangat dipengaruhi oleh budaya para pemegang posisi kekuasaan di partai politik yang memiliki budaya konsumtif tinggi. Korupsi poitik memang sulit dideteksi secara hokum. Namun, biasanya hal ini terkait dengan kebijakan yang tidak pro terhadap rakyat. Bilamana ada kebijakan yang jelas-jelas ditolak oleh warga namun tetap ditetapkan oleh pemerintah, hal ini biasanya ada main mata antara pemerintah dengan pengusaha untuk memuluskan kerjaan pengusaha tersebut. Jika kita amati secara seksama banyak sekali kebijakanikebijakan yang ditentang oleh rakyat masih saja diputuskan atau disahkan. Dinegara ini memang banyak terjadi, namun meski demikian, tak pernah ada upaya untuk menyelesaikanya. Tak pernah ada upaya perhatian pemerintaha terhadap nasib rakyat yang kehidupanya dipengaruhi oleh kebijakan-kebijkan yang mereka gulirkan.
  
Bab VII
Penutup
Dalam masalah yang sangat rumit tentang kekuasaan yang menjadi kekuatan tuk melakukan sesuatu baik kedalam keadaan yang positif ataupun negative, ini lah yang kita rasakan dalam Negara kita saat ini, banyak yang harus diperbaiki dan dievaluasi, kejadian-kejadian yang telah terjadi harusnya menjadi bahan kebijakan pemerintah tuk mengambil keputsan yang terbaik. Tapi, ternyata sangatlah jauh dari keinginan yang diidamkan oleh setiap golongan yang menempati Indonesia.
Bahkan banyak sekali kepentingan pribadi, golongan, dan yang terlebih sangat tampak adalah politik pencitraan dan kebudayaan korupsi dari kalangan pejabat tinggi hingga rendahan. Baik yang menangani urusan umum, social, nasional, bahkan sekarang sudah masuk kebidang agama. Yang notabenya adalah pembuat peraturan dan penetralisasi kehidupan ternyata dia sendiri melakukan pelanggaran yang telah dilarang syari’at tersebut baik syariat islam ataupun yang lain.
Banyak hal yang harus dilakukan untuk menjadikan Indonesia ini lebih baik dari sekarang, banyak hal pula yang harus dijadikan sebagai pedoman agar Indonesia ini menjadi lebih makmur dan sejahtera. Sejahtera bagi bangsanya sejahtera pula bagi rakyatnya.
Mungkin sekian dari kami, bila banyak kesalahan dalam penulisan mohon di konfirmasi, supaya adanya kelurusan dalam pemikiran kami. Terima kasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar