Sabtu, 07 April 2012

PENGNATAR HUKUMISLAM


BAB I
PENDAHULUAN
Dengan menyebut nama Allah yang  Maha Pengasih dan Penyayang tiada kata yang pantas kita ucapkan melainkan ungkapan Alhamdulillah karena atas nikmat-nikmat-Nya lah kita dapat beraktifitas dengan tanpa kekurangan sesuatu apapun.
Sholawat serta salam semoga tercurah kepada junjungan kita Nabi Akhiruszaman yang telah meng-anugerahkan beberapa hukum yang bisa diterima dan saling meringankan bagi kaumnya.
Agama itu mudah. Siapa yang hendak membuatnya sulit, niscaya akan dipersulit.” (HR. Bukhori)
“ mudahkanlah, jangan menyulitkan, tebarkanlah percaya diri, jangan membuat orang menjadi pesimis.”(HR. Bukhori)
Begitulah yang dapat kita ketahui diantara hadist-hadist yang diriwayatkan dari Rosullah Saw. Bahwa dari beberapa hadist ini menegaskan bahwa Rasullah menghendaki ha-hal yang memudahkan untuk menegakkan syariat bagi para ummatnya. Dan hal tersebut juga di tegaskan dalam Al-Qur’an .
sesungguhnya Allah takkan membebani seorang melainkan sesuai dengan kesanggupanya.” (QS. Al-Baqqrah 286) dan juga , “ Allah menghendaki bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (QS. Al-Baqarah 185) atau, …….dan dia tidak menjadikan kesulitan bagimu dalam beragama.” (QS. Al-Hajj 78).
Begitulah nuansa kemudahan dalam menjalankan ajaran agama yang bisa kita ambil, ketika menyimak beberapa sumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadist tersebut.  Dalam pandangan mazhab sunni, banyak sekali mazhab-mazhab yang bisa dianut dan dipelajari, tapi yang lebih terkenal dan termashur adalah empat mazhab, dianataranya : Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali. Disamping itu kami juga akan mencoba memasukan satu mujtahid lagi yaitu Imam Ja’far.
Yang harus kita ketahui adalah bahwa mazhab-mazhab kesemuanya itu kita boleh mengikutinya, tidak tertentu pada satu mazhab saja. Kita boleh pindah mazhab asalkan secara keseluruhan bukan hanya separo-separo saja. Semisal dalam bab wudhu jika kita mengikuti Imam Maliki maka dari syarat,rukun, dan juga yang memabatalkan juga ikut Imam Maliki. Tidak boleh syaratnya ikut Imam Syafi’i tapi yang membatalkan ikut Imam Hanafi, atau sebaliknya. Jadi bisa serasi dalam mengikuti pendapat-pendapat para Imam mazhab tersebut.
Dalam persepsi terdahulu kita sama-sam menetahui bahwa pada permulaan islam tidak ada mazhab-mazhab dan tidak ada sekte-sekte dalam islam, dan pada awal islam muncul islam bersih dari pengaruh-pengaruh luar, dan kaum muslimin pada waktu itu mencapai kejayaan. Dan diketahui pula bahwa adanya sekte-sekte dan mazhab juga bisa memecah kaum muslim dalam beberpa golongan. Dan dari pemimpin islam sendiri akhirnya membuka pintu ijtihat dengan maksud ingin menyatukan kembali dan merangkul semua golongan islam yang telah terpecah. Dan juga memeberikan ultimatum keras terhadap golongan yang berpedoman mengharamkan mazahab lain selain mazhab yang dia anut dan juga membarantas penyelewengan-penyelewengan terhadap agama.
Munculnya mazhab adalah salah satu yang pempeloporinya adalah dari segi kehidupan yang bebeda baik dari kebiasaan dalam kebudayaan atau dalam kehidupan keseharian.

BAB II
KENAPA HARUS BERMAZHAB
Dalam beberapa kejadian mungkin hadis atau maqolah ulama’ yang menyebutkan bahwa “ ulama adalah pewaris para Nabi”. Disini bisa kita ambil kesimpulan bahwa para ulama sebagai pewaris para nabi bukanlah dari harta atau yang lain, tapi para ulama mewarisi ilmu. Dan itu sampai sekarang baik dari cara sholat, hokum jual beli, mengurus jenazah, cara toleransi kepada agama lain. Mungkin tidak secara gambling dijelaskan dalam al-qur’an atau dalam hadist.
Oleh sebab itu adanya penggalian hukum yang dilakukan oleh para shohabat, tabi’in, tabi’in-tabi’in, dan sampai pada ulama’ mujtahid. Banyak ulama’ yang berijtihat dan banyak pula hukum-hukum yang  disampaiakan, walau banyak macam variasi-variasi atau pilihan-pilihan hokum. Semisal antara dari kota satu ke kota yang lain para ulama’ berseling pendapat atau berbeda pendapat, tapi semuanya itu adalah rahmat bagi kita. Kita yang disuguhi beberapa hukum tinggal memilih saja salah satu yang sesuai dengan keadaan kita dan lingkungan kita.
Banyak hal yang bisa kita lakukan, kita juga bisa berijtihat sendiri untuk menentukan hukum pada masa sekarang ini, tapi permasalahanya adalah apakah kita mampu menggali hukum-hukum yang hakikatnya telah banyak dicetuskan dalam kehidupan kita,contoh saja pendapatnya Imam syafi’I yang banyak kelaku di Indonesia ini, kita tanpa harus susah payah menentukan hukum, toh dalam kitab-kitab atau pendapat-pendapatnya imam syafi’I sudah banyak diatur disitu.

BAB III
RIWAYAT BEBERAPA MAZHAB SUNNI
1.    IMAM JA’FARI
Imam Ja’far Ash-Shadiq adalah Ja’far bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Thalib. Beliau dilahirkan pada tahun 80 hijriah (699 m). ibunya bernama Ummu Farwah Binti Al-Qosim bin Muhammad bin Abu Bakar As-Siddiq.
Beliau berguru langsung dengan ayahnya Muhammad Al-Baqir disekolah ayahnya, yang banyak melahirkan tokoh-tokoh ulama besar islam. Ja’far As-Shodiq adalah ulama’ besar dalam berbagai fans ilmu, seperti ilmu filsafat, tasawwuf, fiqih, kimia, dan ilmu kedokteran. Walau dia adalah imam keenam dari dalam mazhab syi’ah immamah. Tapi menurut golongan sunni dia adalah seorang mujtahid dalam ilmu fiqih,dan juga dia dianggap sebagai ulama’ sufi, karena dalam dirinya terdapat puncak pengetahuan. Dan dia juga salah satu ulama’ zuhud yang terkenal dan jauh dari segala hawa nafsu.
Imam Abu Hanifah berkata “ saya tidak dapati orang yang lebih faqih dari Ja’far bin Muhammad”.
Diantara murid-murinya adalah Abu Hanifah (wafat 150 H/767M), Malik Bin Anas (wafat 179 H/797 M) dan Wasil bin Ata’ (wafat 181H/797 M). dan masih banyak lagi murid-murid beliau seperti muslim al-hallaj dan sekitar 900 syaikh yang belajar pada beliau waktudi kuffah.

2.    IMAM ABU HANIFAH
Imam Abu Hanifah, pendiri mazhab Hanafi, adalah Abu Hanifah An-Nukman bin Stabit bin Zufi At-Tamami. Beliau masih mempunyai pertalian hubungan dengan Imam Ali bin Abi Thalib ra. Dilahirkan di kufah pada tahun 80 H/699 M, pada masa pemerintahan Al-Qolid bin Abdul Malik, Abu Hanifah sejak kecil sudah belajar mengkaji dan menghapat Al-Qur’an. Dalam hal mendalami Al-Qur’an beliau pernah belajar pada Imam Asin yang menjadi ulama’ terkenal pada masa itu dan termasuk dalam Qiro’ah Sab’ah pada masa sekarang.
Selain mendalami Al-Qur’an beliau juga mendalami fiqih. Dalam hal ini beliau berguru kepada kalangan sahabat Rosullah diantaranya Anas bin Malik, Abdullah bin Aufa, dan Abu Tufail Amir, dan banyak lagi yang lain dari mereka beliau belajar juga ilmu hadist.
Keluarga beliau adalah dari kalangan pedagang, dan beliau juga pernah menimba ilmu fiqih pada ulama yang tenama yaitu Humad bin Abu Sulaiman. Tidak kurang dari 18 tahun. Setelah gurunya wafat beliau mulai mengajar dibanyak majelis ilmu di Kuffah.
Semasa hidupnya beliau terkenal dengan ulama’ yang zuhud dan sangat tawaddu’dan sangat teguh memegang ajaran agama. Beliau tidak tertarik dalam jabatan-jabatan kenegaraan, sehinga beliau pernah menolak sebagai hakim (qadhi) yang ditawarkan oleh Al-Mansur. Konon karena penolakanya itu beliau dipenjarakan selama akhir hayat hidup beliau.
Imam Abu Hanifah wafat pada tahun 150 H/767 M, pada usia 70 tahun. Bilau dimakamkan di pemakaman Khizra. Pada tahun 450 H/ 1066 M, didirikan sebuah sekolahan yang diberinama Jami’ Abu Hanifah sebagai tanda untuk mengenang beliau.
Sepeninggal beliau, ajaran dan ilmunya tetap tersebar melalui murid-murid beliau yang cukup banyak. Diantara murid-muridnya adalah Abu Yusuf, Abdullah bin Mubarok, Waki’ bin Jarah, sedang diantara kitab-koitab beliau adalah Al-Musuan ( kitab hadist, dikumpulkan oleh muridnya), Al-Makharij ( buku ini dinisbatkan kepada Imam Abu Hanifah, diriwayatkan oleh Abu Yusuf), dan Fiqih Akbar (kitab fiqih yang lengkap).

3.    IMAM MALIK BIN ANAS
Imam Malik bin Anas, pendiri Mazhab Maliki, dilahirkan di Madinah pada tahun 93 H. beliau berasal dari Kabilah Yamaniyah. Sejak kecil beliau telah rajin mendatangi majlis-majlis ilmu pengetahuan, sehingga sejak kecil itu pula beliau telah hafal Al-Qur’an. Tak kurang dari itu ibundanya sendiri yang mendorong imam malik untuk senantiasa giat menuntut ilmu.
Pada mulanya beliau belajar dari Rabi’ah, seorang ulama yang sangat terkenal pada waktu itu. Selain itu, beliau juga memperdalam hadits kepada Ibn Syihab, disamping juga memelajari ilmu fiqih dari para sahabat.
Karena ketekunan dan kecerdasannya, Imam Malik tumbuh sebagai ulama terkemuka, beliau juga mengajarka ilmunya setelah merasa mampu untuk menularkan ilmunya. Beliau juga termasuk ulama yang sangat berhati-hati dalam mengeluarkan fatwa-fatwa apalagi meneliti tentang hadist-hadist Rasulallah, dan memusyawarahkan kepada kurang lebih 70 ulama dalam mengeluarkan fatwa atau tentang kesahihan hadis Nabi.
Disamping itu, beliau juga memiliki daya ingat yang sangat kuat dan juga terkenal dengan keihlasanya dalam melakukan sesuatu. Belaiu juga perbah berkata “ilmu adalah cahaya, ia akan mudah dicapai dengan hati yang khusu’ dan taqwa. Salah satu karangan beliau tentang hadist dan fiqih adalah kitab Al-Mutawatha’.
Imam malik meninggal dunia pada usia 86 tahun. Namun demikian, Mazhab maliki tersebar luas dan dianut dibanyak bagian seluruh penjuru dunia. 


4.    IMAM SYAFI’I
Imam Syafi’i yang dikenal dengan sebagai pendiri Mazhab Syafi’i adalah Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i Al-Quraisyi. Beliau dilahirkan di Ghazzah, pada tahun 150 H, bertepatan dengan wafatnya Imam Abu Hanifah.
Walaupun beliau dilahirkan dalam keadaan yatim dan dalam suatu keluarga yang miskin, tak menjadikan beliau merasa rendah diri atau malas dalam belajar ilmu pengetahuan, bahkan beliau telah menghapalkan Al-Qur’an dalam usia yang masih kecil. Pada usianya yang ke-20, beliau meninggalkan mekkah mempelajari ilu fiqih dari Imam Malik. Merasa masih harus memperdalam ilmu pengetahuanya, beliau kemudian pergi ke Iraq, sekali lagi mempelajari ilmu fiqih dari murid imam Abu Hanifah yang masih ada.
Setelah wafatnya Imam Malik (179 H), beliau kemudian pergi ke yaman guna mengamalkan ilmu disana. Suatu ketika beliau di undang oleh kholifah harun al rasyid ke bagdad karena mendengar kehebatan ilmu beliau. Sejak saat itu beliau dikenal secara luas dan banyak yang berbondong-bondong belajar kepadanya.
Selang beberapa waktu imam syafi’I kembli ke mekah guna mengajar rombongan haji yang dating dari beberapa penjuru. Melalui merekalah mazhab syafi’I tersebar luas ke penjuru dunia. Pada tahun 198 H, beliau pergi ke Mesir untuk mengajar di masjid amru bin as. Belau juga menulis kitab Al-Um, Amali kubra, kitab Risalah, Ushul Al-fiqh, dan memperkenalkanya, disini juga beliau mengeluarkan qoul jaddidnya. Dan beliau wafat di mesir pada tahun 204 H bahkan sampai saat ini makam beliau masih ramai diziharai orang dari berbagai penjuru dunia.

5.    IMAM AHMAD BIN HAMBALI
Imam Ahmad bin Hambal adalah Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad bin Hambal bin Hilal Al-Syaibani. Beliau dilahirkan di bagdad pada bulan Rabiul awal tahun 164 H (780 M).
Sejak kecil beliau gemar dalam ilmu pengetahuan walau dalam keadaan yatim beliau tetap tegar dalam mencari ilmu. Untuk memperdalam ilmu beliau pergi ke Basrah dan disinilah beliau bertemu dengan Imam Syafi’I dan belajar disana. Beliau juga pergi menuntut ilmu ke Yaman dan Mesir. Diantara guru beliau adalah Yusuf Al-Hasan bin Zaid Ibn Humam dan Ibn Abbas. Imam Ahmad bin Hambal banyak mempelajari dan meriwayatkan hadist, oleh karena itu, beliau berhasil mengarang kitab hadist yang terkenal yaitu Musnad Ahmad Hambali. Beliau juga mengajar ketika berusia empat puluh tahun.
Imam ahmad hambali wafat di Bagdad pada usia 77 tahun atau tepatnya 241 H (855 M) pada masa pemerintahan Al-Wathiq. Sepeninggal beliau, mazhab Hambali berkembang luas dan menjadi salah satu mazhab yang memiliki banyak penganut.


BAB IV
SEJAUH MANA MASYARAKAT INDONESIA DALAM BERMAZHAB
Dalam pandangan kami, Indonesia dengan notabe Negara yang mayoritas menganut agama islam dan banyak sekali organisasi-organisasi islam. Adakalnya menganut mazhab tertentu dan adakalanya tidak mempunyai mazhab tertentu.jadi yang kita bahas kali ini adalah islam yang menganut mazhab tertentu dan di Indonesia ini cenderung menganut mazhab imam syafi’I, karena melihat dari kebudayaan dan lingkungan yang lebih cocok adalah pendapatnya Imam syafi’I yang kesekian pendapat atau fatwa beliau tidak terlalu berat dan juga tidak terlalu ringan.
Contohlah organisasi Nahdlotul Ulama (NU) yang masih dalam keeksistensinya masih memperjuangkan tradisi-trdisi ulama terdahulu yang tidak mengesampingkat kultur dalam Negara Indonesia ini. Dan sering pula diadakan bahsu masai’il untuk mengeluarkan hokum-hukum yang dikira belum ada pada masa dahulu dan baru muncul pada masa sekarang ini.





BAB V
PENUTUP
Bermazhab sangat penting karena kita bisa menjalankan hokum-hukum yang belum ada pada zaman Rosul, dan untuk membudayakan kecintaan kita kepada Nabi dengan cara mnghormati dan menjalankan pula fatwa-fatwa shohabat Nabi hingga ulama sekarang. Karena Rosul pernah besabda yang artinya “ wahai kaumku berpegang teguhlah pada sunnahku, dan sunnah Khulafaurrosyidin”.
Dan dalam hadist lain juga Rasul bersabda yang artinya sebagai berikut “ berbedaan pendapat atau fatwa dari ummatku adalah Rahmat.” Dalam keseharian kita juga tak lepas dengan adanya mata rantai yang ada pada sekitar kita, begitu halnya dengan ilmu yang kita gapai semua adalah mata rantai dari Rosul yang hakikatnya adalah disambungkan lewat ulama setelah Rosul SAW. Hingga sekarang, walau banyak terjadi perbedaan tapi hakikatnya semua sama. Cuma caranya yang berbeda, ulama adalah isolator kita tuk gapai sebuah ilmu syariah yang berbentuk fiqih dalam arti sempitnya.
Mungkin hanya ini yang dapat kami sampaikan, bila ada kurang dan lebihnya mohon di berikan tambahan atau kritikan dan saran yang sifatnya membangun agar bisa meningkatkan kemampuan kita dalam menganalisis sebuah masalah atau bahkan beberapa masalah “Ma ashoba min hasanatin famina Allah wama ashoba min sayyiatin famin nafsik”.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar