SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA
MAKALAH
Diajukan guna memenuhi tugas
Dalam mata kuliah Pengantar Hukum Indonesia
Disusun Oleh Kelompok I Hukum Tata Negara:
1.
Abdul Qodir Jaelani 11340129
2.
Aini Rahmania 11340116
3.
Idawati 11340124
4.
M. Nur Aris Shoim 11340144
5.
Evi Dwi Nurmala 11340135
6.
Isti’anah 11340173
7.
Nurhuda Okta Ditama 11340136
8.
Mar’atus Sholehah 11340185
9.
Dedi Purwanto 11340172
10. Muarif Abas Hasan 11340127
11. Marga
Tramuna Kahfi 11340132
Dosen:
Udiyo
Basuki, S.Hum, LL.M, M.Hum.
PRODI
ILMU HUKUM
FAKULTAS
SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2012
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim
Dengan mengucapkan puji syukur
kehadirat Allah SWT berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Makalah
Tugas Pengantar Hukum Indonesia dengan specifikasi pembahasan hukum tata
negara yang berjudul: “Sistem
Pemerintahan Negara”, yang merupakan salah satu tugas kelompok,di semester
2 (dua) di Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum dan Syari’ah Universitas Islam
Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Dalam penyelesaian tulisan Tugas Makalah ini
penulis menyadari bahwa tiada manusia di dunia ini yang sempurna (No body is
perfect ), karena itu dalam penulisan Tugas Akhir ini pasti mempunyai
kekurangan-kekurangan.
Dari sini penulis mengharapkan adanya
kritik dan saran yang membangun guna menyempurnakan hasil diskusi kami yang
berbentuk Makalah Pengantar Hukum Indonesia dengan specifikasi system
pemerintahan negara tersebut. Melalui kesempatan ini penulis mengucapkan rasa
hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada, Bapak Udiyo Basuki,
S.Hum, M.Hum, sebagai pengampu mata kuliah pengantar hukum Indonesia, serta
kawan-kawan kelas c, yang telah membantu kami baik secara tersirat, maupun
tersurat,semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan masyarakat
kelas pada umumnya.
Penulis
Kelompok I
Hukum Tata Negara
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................... 1
DAFTAR ISI......................................................................................................................... 2
BAB I
: PENDAHULUAN............................................................................................. 3
A.
Latar Belakang........................................................................................................... 3
B.
Identifikasi
Masalah.................................................................................................. 3
C.
Rumusan Masalah...................................................................................................... 3
BAB II :
PEMBAHASAN................................................................................................ 4
A.
Sistem
Pemerintahan.................................................................................................. 4
1.
Bentuk
Pemerintahan..................................................................................... 4
2.
Sistem
Pemerintahan...................................................................................... 5
3.
Jenis-Jenis
Pemerintahan................................................................................ 6
4.
Komprasi Sistem
Pemerintahan Parlementer dengan Sistem Pemerintah Presidensial 8
B.
Sistem
Pemerintahan di Indonesia............................................................................. 10
1)
Sistem
Pemerintahan di Indonesia menurut UUD 1945 Pra Amandemen.... 10
2)
Sistem
Pemerintahan di Indonesia menurut UUD 1945 Pasca Amandemen 11
BAB III
: PENUTUP.......................................................................................................... 15
a.
Kesimpulan.................................................................................................... 15
b.
Daftar Pustaka............................................................................................... 16
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Umumnya sejarah ketatanegaraan suatu
negara, konstitusi digunakan untuk mengatur dan sekaligus untuk membatasi
kekuasaan negara. Dengan demikian, dinamika ketatanegaraan suatu bangsa atau
negara ditentukan pula oleh bagaimana dinamika perjalanan sejarah konstitusi
negara yang bersangkutan. Karena dalam konstitusi itulah dapat dilihat sistem
pemerintahannya, bentuk negaranya, sistem kontrol antara kekuasaan negara,
jaminan hak-hak warga negara dan tidak kalah penting mengenai pembagian
kekuasaan antar unsur pemegang kekusaan Negara seperti kekuasaan pemerintahan
(eksekutif), kekuasaan legislatif, dan kekuasaan yudisial.
Secara konstitusional UUD 1945 adalah
sistem pemerintahan Presidensial, tetapi dalam praktik penyelenggaraannya
adalah system pemerintahan parlementer. Kerancuan sistem menyebabkan Presiden
dan Wakil Presiden Republik Indonesia tidak berdaya menyusun kabinet secara
mandiri karena harus mengakomodasi kepentingan partai politik untuk menghindari
konflik dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Oleh sebab itu, dari 38 anggota
kabinet, 19 menteri berasal dari delapan partai politik.
B.
Identifikasi Masalah
Untuk memperkaya
wawasan dan pemahaman pembaca tentang“Sistem
Pemerintahan Negara”
(Sebuah tulisan yang menggunakan
pendekatan yuridis normatif, digunakan untuk mengkaji atau menganalisis data
skunder yang berupa bahan-bahan hukum. Spesifikasi penulisan ini dipergunakan
adalah deskriptif Analitis.),, maka dapat disimpulkan beberapa pokok antara lain:
- Sistem Pemerintahan di Indonesia sebelum dan sesudah UUD 1945 di amandemen.
- Problem system Presidensial di tengah system Multi partai di Indonesia.
C.
Rumusan Masalah
Berdasarkan hal tersebut maka rumusan
permasalan yang muncul dalam makalah ini sebagai berikut :
1.
Bagaimana pengaruh konstelasi politik di DPR terhadap system Presidensial
Indonesia?
2. Bagaimana penerapan sistem Presidensial
yang ideal di tengah sistem multi partai yang dianut oleh Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
SISTEM
PEMERINTAHAN
1.Bentuk
Pemerintahan
Pemerintahan berasal dari kata
perintah, dimana kata perintah tersebut mempunyai empat unsur yaitu ada dua
pihak yang terkandung, kedua pihak tersebut saling terkait atau memiliki
hubungan, pihak yang memerintah memiliki wewenang, dan pihak yang diperintah
memiliki ketaatan.
Apabila dalam suatu negara kekuasaan
pemerintahan, dibagi atau dipisahkan maka terdapat perbedaan antara
pemerintahan dalam arti luas dan pemerintahan dalam arti sempit. Pemerintahan
dalam arti sempit hanya meliputi lembaga yang mengurus pelaksanaan roda
pemerintahan (disebut eksekutif), sedangkan pemerintahan dalam arti luas selain
eksekutif termasuk lembaga yang membuat peraturan perundang-undangan (disebut
legislatif), dan yang melaksanakan peradilan (disebut yudikatif). Menurut W.S.
Sayre : Goverenment is best at the organized agency of the state, expressing
and exercing is authority. Maksudnya pemerintah dalam definisi
terbaiknya adalah sebagai organisasi dari negara, yang memperlihatkan dan
menjalankan kekuasaanya.
Menurut C.F. Strong dalam bukunya Modern
Political Constitution mengatakan :
Government
in the broader sense, is changed with the maintenance of the peace and security
of state with in and with out. It must therefore, have first military power or
the control of armed forces, secondly legislative power or the means of making
law, thirdly financial power or the ability to extract sufficient money from
the community to defray the cost of defending of state and of enforcing the law
it makes on the state behalf.
Maksudnya
pemerintahan dalam arti luas mempunyai kewenangan untuk memelihara kedamaian
dan keamanan negara, ke dalam dan ke luar. Oleh karena itu, pertama harus
mempunyai kekuatan militer atau kemampuan untuk mengendalikan angkatan perang,
yang kedua, harus mempunyai kekuatan legislatif atau dalam arti pembuatan
undang-undang, yang ketiga, harus mempunyai kekuatan financial atau kemampuan
untuk mencukupi keuangan masyarakat dalam rangka membiayai ongkos keberadaan
Negara dalam menyelenggarakan peraturan, hal tersebut dalam rangka
penyelenggaraan kepentingan negara.
Berdasarkan uraian diatas dapatlah
dirumuskan bahwa pemerintahan dalam arti luas adalah perbuatan memerintah yang
dilakukan oleh organ-organ atau badan-badan legislatif, eksekutif, yudikatif
dalam rangka mencapai tujuan pemerintahan negara (tujuan nasional), sedangkan
pemerintahan dalam arti sempit adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh
organ eksekutif dan jajarannya dalam rangka mencapai tujuan pemerintahn negara.
Sehingga bentuk pemerintahan khusus menyatakan struktur organisasi dan fungsi
pemerintahan saja dengan tidak menyinggung struktur daerah, maupun bangsanya.
Dengan kata lain, bentuk pemerintahan melukiskan bekerjanya organ- organ
tertinggi itu sejauh organ-organ itu mengikuti ketentuan yang tetap.
Mengenai
bentuk pemerintahan (regerings vormen) berkaitan dengan pilihan :
a.
Bentuk Kerajaan (Monarkhi)
b.
Bentuk Republik (Republic)
Masih berdasar pada pasal 1 ayat (1) UUD
1945 yang menyebutkan bahwa ”Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan Yang
Berbentuk Republik”, dari kalimat tersebut tergambar bahwa the faunding
fathers Indonesia sangat menekankan pentingnya konsepsi Negara Kesatuan
sebagai definisi hakiki negara Indonesia (hakikat negara Indonesia). Bentuk
dari negara kesatuan Indonesia tersebut adalah republik. Jadi jelaslah bahwa
konsep bentuk negara yang diartikan disini adalah republik merupakan pilihan
lain dari kerajaan (monarkhi) yang telah ditolak oleh para anggota
BPUPKI mengenai kemungkinan penerapannya untuk Indonesia modern.
2.
Sistem Pemerintahan.
Menurut S. Pamuji dalam
bukunya Teori Sistem dan Pengetrapannya dalam Managemen dikatakan bahwa
suatu sistem adalah kebulatan atau keseluruhan yang kompleks atau terorganisir;
suatu himpunan atau perpaduan halhal atau bagian-bagian yang membentuk
suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks atau utuh. Yang kemudian
disempurnakan menjadi suatu kebulatan atau keseluruhan yang utuh, dimana di
dalamnya terdapat komponen-komponen, yang pada gilirannya merupakan sistem
tersendiri, yang mempunyai fungsi masing-masing, saling berhubungan satu dengan
yang lain menurut pola, tata atau norma tertentu dalam rangka mencapai suatu
tujuan.
Menurut Carl J. Friedich, sistem adalah
suatu keseluruhan terdiri dari beberapa bagian yang mempunyai hubungan
fungsional baik antara bagian-bagian maupun hubungan fungsional baik antara
bagian-bagian yang akibatnya menimbulkan suatu ketergantungan antara
bagian-bagian yang akibatnya jika salah satu bagian tidak bekerja dengan baik
akan mempengaruhi keseluruhannya itu.
Melihat pengertian antara sistem dan
pemerintahan diatas maka system pemerintahan pada dasarnya adalah berbicara
tentang bagaimana pembagian kekuasaan serta hubungan antara lembaga-lembaga
negara dalam menjalankan kekuasaan-kekuasaan negara tersebut, dalam rangka
menyelenggarakan kepentingan rakyat.
Pada garis besarnya sistem
pemerintahan yang dilakukan pada negaranegara demokrasi menganut sistem
perlementer atau presidensial ataupun bentuk variasi yang disebabkan
situasi atau kondisi yang berbeda sehingga melahirkan bentuk-bentuk semu (quasi),
misalnya quasi parlementer maupun quasi presidensial.
Bagaimanakah dengan sistem pemerintahan
yang ada di Indonesia? Sebagaimana diketahui, UUD 1945 berlaku dalam periode 18
Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949 dan periode 5 Juli 1959 sampai dengan
sekarang. Dengan adanya perubahan konstitusi yang diguankan Indonesia ini jelas
mempengaruhi sistem pemerintahan yang diterapkan di Indonesia. Indonesia pun pernah
mencoba mempraktekkan sistem pemerintahan parlementer karena pluralisme dan
wilayahnya yang sangat luas yang terdiri dari pulau-pulau kecil membutuhkan
pemerintahan yang kuat dan stabil.
Kemudian diterapkanlah sistem
pemerintahan presidensial dibawah UUD 1945 yang cenderung executive heavy sudah
terselesaikan melalui amandemen UUD 1945. Sehingga jelaslah bahwa pasca
amandemen UUD 1945 menetapkan menganut sistem presidensial dalam sistem
pemerintahan.
Menurut Sri Soementri, ciri-ciri pemerintahan
presidensial dalam UUD 1945 pasca amandemen antara lain pertama, presiden dan
wakil presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat, kedua,
presiden tidak lagi bertanggung jawab kepada MPR, karena lembaga ini tidak lagi
sebagai pelaksanan kedaulatan rakyat.
3.
Jenis-Jenis Sistem Pemerintahan.
a.
Sistem
Parlementer.
Sistem parlementer
merupakan sistem pemerintahan dimana hubungan antara eksekutif dan badan
perwakilan (legislatif) sangat erat. Hal ini disebabkan adanya
pertanggungjawaban para Menteri terhadap Parlemen. Maka setiap kabinet yang
dibentuk harus memperoleh dukungan kepercayaan dengan suara terbanyak dari
parlemen. Dengan demikian kebijakan pemerintah atau kabinet tidak boleh
meyimpang dari apa yang dikehendaki oleh parlemen.
Bertolak dari sejarah
ketatanegaraan, sistem parlemen ini merupakan kelanjutan dari bentuk negara
Monarki konstitusionil, dimana kekuasaan raja dibatasi oleh konstitusi. Karena
dalam sistem parlementer, presiden, raja dan ratu kedudukannya sebagai kepala negara.
Sedangkan yang disebut eksekutif dalam sistem parlementer adalah kabinet, yang
terdiri dari perdana menteri dan menteri-menteri yang bertanggung jawab sendiri
atau bersama-samakepada parlemen. Karena itulah Inggris dikenal istilah “The
King can do no wrong”. Pertanggungjawaban menteri kepada parlemen tersebut
dapat berakibat kabinet meletakkan jabatan dan mengembalikan mandat
kepada kepala negara, manakala parlemen tidak lagi mempercayai kabinet.
b.
Sistem
Presidensial
Pemerintahan sistem presidensial
adalah suatu pemerintahan dimana kedudukan eksekutif tidak bertanggung jawab
kepada badan perwakilan rakyat, dengan kata lain kekuasaan eksekutif berada
diluar pengawasan (langsung) parlemen.
Dalam sistem ini presiden memiliki kekuasaan
yang kuat, karena selain sebagai kepala negara juga sebagai kepala pemerintahan
yang mengetuai kabinet (dewan menteri). Oleh karena itu agar tidak menjurus
kepada diktatorisme, maka diperlukan checks and balances, antara lembaga
tinggi negara inilah yang disebut checking power with power.
Menurut Rod Hague, pemerintahan
presidensial terdiri dari tiga unsure yaitu:
a.
Presiden yang dipilih rakyat memimpin pemerintahan dan mengangkat
pejabat-pejabat pemerintahan yang terkait.
b.
Presiden dengan dewan perwakilan memiliki masa jabatan yang tetap, tidak bisa
saling menjatuhkan.
c.
Tidak ada status yang tumpang tindih antara badan eksekutif dan badan
legislatif.
Dalam sistem presidensial, presiden
memiliki posisi yang relatif kuat dan tidak dapat dijatuhkan karena rendah
subjektif seperti rendahnya dukungan politik. Namun masih ada mekanisme untuk
mengontrol presiden. Jika presiden melakukan pelanggaran konstitusi,
pengkhianatan terhadap negara, dan terlibat masalah kriminal, posisi presiden
bisa dijatuhkan. Bila ia diberhentikan karena pelanggaran-pelanggaran tertentu,
biasanya seorang wakil presiden akan menggantikan posisinya.
Presiden bertanggungjawab kepada
pemilihnya (kiescollege). Sehingga seorang Presiden diberhentikan atas tuduhan
House of Representattives setelah diputuskan oleh senat. Misal, sistem
pemerintahan presidensial di USA.
Dengan
demikian, pertama, sebagai kekuasaan tertinggi, tindakan eksekutif dalam
sistem pemerintahan presidensial seringkali menuntut adanya kekuasaan tak
terbatas, demi kebaikan negara, setidak-tidaknya selama periode tertentu; kedua,
orang yang berada diposisi ini menjadi suatukeseluruhan yang tak lebih baik
dari anggotanya yang paling rendah, dan semua menjadi buruk daripada anggota
terendahnya.
Adapun
ciri-ciri dari sistem presidensial adalah:
a.
Presiden adalah kepala eksekutif yang memimpin kabinetnya yang semuanya
diangkat olehnya dan bertanggungjawab kepadanya. Ia sekaligus sebagai kepala
negara (lambang negara) dengan masa jabatan yang telah ditentukan dengan pasti
oleh UUD;
b.
Presiden tidak dipilih oleh badan legislatif, tetapi dipilih oleh sejumlah
pemilih. Oleh karena itu, ia bukan bagian dari badan legislatif seperti dalam
sistem pemerintahan parlementer;
c.
Presiden tidak bertanggung jawab kepada badan legislatif dan tidak dapat
dijatuhkan oleh badan legislatif,
d.
Sebagai imbangannya, Presiden tidak dapat membubarkan badan legislatif.
4.
Komprasi Sistem Pemerintahan
Parlementer dan Sistem Pemerintahan Presidensial.
Sebab-sebab timbulnya perbedaan
antara dua sistem pemerintahan tersebut diatas adalah karena latar belakang
sejarah politik yang dialami oleh masing-masing negara itu berlainan.
TABEL 1
KELEMAHAN DAN KELEBIHAN SISTEM PEMERINTAHAN
Sistem Pemerintahan Parlementer
|
Sistem
Pemerintahan Presidensial
|
a.
Latar belakang timbulnya
Timbul dari bentuk negara Monarki yang
kemudian mendapat pengaruh dari pertanggungjawaban menteri.
Sehingga
fungsi Raja merupakan faktor stabilisasi jika terjadi perselisihan antara
eksekutif dan legislatif. Misalnya, Kerajaan Inggris, Perancis dan Belanda.
b.
Keuntungan
Penyesuaian
antara pihak eksekutif dan
legislatif
mudah dapat dicapai
c.
Kelemahan
1.
Pertentangan antara eksekutif dan legislatif bisa sewaktu-waktu terjadi
menyebabkan cabinet harus mengundurkan diri, dan akibatnya pemerintahan tidak
stabil;
2.
Sebaliknya , seorang Presiden dapat pula membubarkan leguslatif;
3.
Pada sistem parlemen dengan multi partai (kabinet koalisi) apabila terjadi
mosi tidak percaya dari beberapa partai politik, sering terjadi pertukaran
(pergantian) kabinet.
|
a.
Latar belakang timbulnya
Timbul
dari keinginan untuk melepaskan
diri
dari dominasi Kekuasaan Raja, dengan mengikuti ajaran Montesquieu dengan
ajaran Trias Politica. Misalnya, Negara USA timbul sebagai kebencian atas
Raja George III (Inggris).
b.
Keuntungan
Pemerintah
untuk jangka waktu yang ditentukan itu stabil.
c.
Kelemahan
1.
Kemungkinan terjadi bahwa apa yang ditetapkan sebagai tujuan Negara menurut
eksekutif bisa berbeda dari pendapat legislatif;
2.
Untuk memilih Presiden dilakukan untuk masa jabatan yang tidak sama, sehingga
perbedaan yang timbul pada para pemilih dapat mempengaruhi sikap dan
pandangan lembaga itu berlainan.
|
Berdasarkan tabel diatas dapat
disimpulkan bahwa sistem komparatif adalah perpaduaan antara kedua sistem
diatas yang mengambil beberapakeuntungan dan kelemahan dari kedua sistem
tersebut yang sesuai dengan latar belakang sejarah politik suatu negara. Jadi,
sistem pemerintahan ini, selain memiliki presiden sebagai kepala negara, juga
memiliki perdana menteri sebagai kepala pemerintahan, untuk memimpin kabinet
yang bertanggung jawab kepada parlemen. Adapun ciri-ciri dari sistem ini adalah:
a.
Dalam sistem ini eksekutif terdiri dari presiden dan perdana menteri.
b.
Presiden tidak memiliki posisi yang dominan, artinya presiden hanya sebagai
lambang dalam suatu pemerintahan.
c.
Kabinet tidak dipimpin oleh presiden melainkan oleh perdana menteri yang
bertanggung jawab kepada parlemen.
d. Presiden dapat membubarkan parlemen.
B. Sistem Pemerintahan di Indonesia
1.
Sistem
Pemerintahan di Indonesia menurut UUD 1945 Pra Amandemen
Bahwa secara konstitusional Negara
Indonesia menganut system pemerintahan presidensial yang berarti bahwa pemegang
kendali dan penanggung jawab atas jalannya pemerintahan negara (eksekutif)
adalah presiden sedangkan para menteri hanyalah pembantu presiden, artinya
presiden berperan sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan, hal
tersebut itu tertuang dengan tegas di dalam batang tubuh dan penjelasan UUD
1945, yaitu :
a.
Pasal 4 ayat (1) berbunyi ”Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan
pemerintah menurut Undang-undang Dasar.” Sesuai dengan ayat selanjutnya
mengatakan bahwa “Dalam menjalankan kewajibannya Presiden dibantu oleh satu
orang wakil presiden.”
b.
Pasal 17 ayat (1) berbunyi ” Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara”
sedangkan ayat (2) berbunyi ” Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan
oleh presiden”. Diperkuat dalam penjelasan yang mengatakan bahwa ”Presiden
mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri negara. Menteri-menteri itu tidak
bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Kedudukannya tidak tergantung
dari pada dewan, akan tetapi tergantung daripada presiden. Mereka ialah
pembantu presiden.”
c.
Penjelasan UUD 1945 BAB III tentang Kekuasaan Pemerintah Negara
mengatakan
bahwa :
1. Presiden ialah kepala kekuasaan
eksekutif dalam negara. Untuk menjalankan undang-undang, ia mempunyai kekuasaan
untuk menetapkan peraturan pemerintah (pouvoir reglementair)
2. Kekuasaan-kekuasaan dalam pasal
ini adalah konsekuensi dari kedudukan presiden sebagai kepala negara, yaitu
pasal 10,11,12,13,14,15.
Walaupun Indonesia secara konstitusional
menganut system pemerintahan presidensial, ternyata banyak pasal-pasal dalam
UUD 1945 yang bernuansakan parlementer, pasal tersebut antara lain:
a.
Pasal 3 berbunyi : ”Majelis Permusyawaratan Rakyat menetapkan Undang-undang
Dasar dan garis-garis besar daripada haluan negara.”
b.
Pasal 5 ayat (1) berbunyi : ”Presiden memegang kekuasaan membentuk
Undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.”
c.Pasal
6 ayat (2) berbunyi : ”Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat dengan suara terbanyak.”
d.
Pasal 10 berbunyi : ”Presiden memegang kekuasaan tertinggi atas angkatan darat,
angkatan laut, dan angkatan udara.”
e.
Pasal 21 ayat (1) berbunyi : ”Anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak
mengajukan rancangan Undang-undang.
Dan
ayat (2) jika rancangan itu meskipun disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat,
tidak disahkan oleh Presiden maka rancangan tadi tidak boleh dimajukan lagi
dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.
Berdasarkan uraian diatas maka Presiden
sangat besar kekuasaannya (executive heavy) karena disamping mempunyai
kekuasaan eksekutif juga menguasai cabang-cabang kekuasaan legislatif dan
yudikatif. Sehingga tidak ada pemisahan kekuasaan yang diatur secara tegas
dalam UUD 1945. Padahal dalam sistem pemerintahan presidensial, pemisahan kekuasaan
merupakan ciri mutlak yang membedakan dengan sistem pemerintahan parlementer.
Apalagi jika dilihat dari
pertanggungjawaban Presiden kepada MPR yang secara tidak langsung sebenarnya
bertanggungjawab kepada DPR, karena anggota MPR adalah terdiri dari anggota-anggota
DPR ditambah dengan utusan daerah dan golongan yang mana besarnya anggota DPR
jauh lebih besar daripada utusan daerah dan golongan. Walaupun pertanggung
jawaban ini bukan terhadap keanggotaan MPR melainkan MPR sebagai lembaga. DPR
tidak dapat menjatuhkan Presiden, dan sebaliknya. Dengan demikian sistem
pemrintahan Indonesia menurut UUD 1945 pra amandemen adalah sistem pemerintahan
quasi presidensial.
2.
Sistem
Pemerintahan di Indonesia menurut UUD 1945 Pasca Amandemen.
Gerakan mahasiswa pada tahun 1998 dengan
mengatas namakan kedaulatan rakyat untuk mewujudkan demokratisasi yang kita
kenal dengan Reformasi tersebut kemudian dimanifestasikan dengan perubahan UUD
1945 melalui Amandemen UUD 1945, dimana UUD 1945 merupakan panduan sistem
ketatanegaran Indonesia. Amandemen UUD 1945
sebenarnya
selain merupakan manifestasi dari gerakan reformasi adalah hal yang seharusnya
dilakukan melihat banyaknya kelemahan UUD 1945 dan juga sifatnya yang sementara
jika dilihat dari historis pembuatannya.
Kelemahan tersebut dapat dilihat dari
kewenangan eksekutif yang terlalu besar (executive heavy) dan kurangnya checks
and balances, materi muatannya yang masih umum sehingga multi tafsir. Akan
tetapi perubahan paradigma tersebut terjadi pada amandemen ketiga dan
keempat yang mengubah secara fundamental system pemerintahan yang
berimplikasi pada kedudukan MPR dan asas kedaulatan rakyat.
Dengan demikian, tampak perubahan
drastis antara amandemen pertama yang bertujuan melakukan demokratisasi UUD 1945
dan amandemen ketiga yang mengubah sistem pemerintahan. Demokratisasi jelas
berbeda dengan perubahan sistem pemerintahan, karena esensi demokratisasi
adalah persamaan dan kebebasan politik yang tidak identik dengan sistem
presidensial.
Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam
latar belakang bahwa kesepakatan tentang sistem pemerintahan presidensial
justru berujung pada perubahan sistem ketatanegaraan. Pertanyaannya, mengapa
harus menggunakan sistem pemerintahan presiensiil murni, mengapa tidak menggunakan
sistem pemerintahan parlementer murni?.
Menurut Ali Masykur Musa, perlu kiranya
sebelum memilih, untuk memperinci beberapa kelebihan dan kekuarangan dari
sistem pemerintahan presidensial dan sistem pemerintahan parlementer ini.
Pertama,
dalam sistem pemerintahan presidensial
stabilitas kekuasaan eksekutif sangat dijamin akibat adanya penentuan masa
jabatan yang ditetapkan oleh UUD yang sangat dimilikinya, sedangkan dalam
sistem pemerintahan parlementer stabilitas eksekutif sangat tergantung dari ada
atau tidaknya mosi atau kepercayaan parlemen.
Kedua, dalam sistem pemerintahan
presidensial pemilihan kepala pemerintahannya dianggap lebih demokratis karena
dipilih langsung oleh rakyat atau melalui badan pemilihan, sedangkan dalam
system pemerintahan parlementer kepala pemerintahan dipilih oleh parlemen, hal
ini dianggap tidak demokratis karena tidak dapat menampung aspirasi langsung
warga masyarakat.
Ketiga,
dalam sistem pemerintahan presidensial
terjadi pemisahan kekuasaan antara eksekutif dan legislatif, terutama dalam
keanggotaan antara eksekutif dan legislatif dipandang sebagai sebuah ancaman
bagi terjadinya tirani pemerintahan yang dapat mengekang atau membatasi
kebebasan individu.
Keempat,
akibat adanya pemisahan antara kekuasaan
eksekutif dan legislatif di dalam system pemerintahan presidensial, maka hal
ini dianggap dapat menimbulkan kemandegan atau kelumpuhan pemerintahan, di saat
terjadi ketidaksesuaian diantara keduanya. Namun terjadi sebaliknya pada sistem
pemerintahan parlementer; potensi kemandegan atau kelumpuhan pemerintahan
sangat minimal, karena tidak ada pemisahan jabatan atau keanggotaan diantara
eksekutif dan legislatif.
Kelima, adanya penentuan masa jabatan
yang ditentukan oleh parlemen berdasarkan UUD yang ada dalam system
pemerintahan presidensial, menyebabkan adanya kekakuan atau ketidak elastisan
pemerintahan yang dapat merespon situasi dan kondisi temporal yang terjadi, hal
ini kondisinya berlainan dengan sistem pemerintahan parlementer, dimana masa
jabatan pemerintahan yang sangat ditentukan dari mosi atau ketidakpercayaan
parlemen, sehingga masa jabatan pemerintahan sangat ditentukan dari mosi atau
ketidakpercayaan parlemen, yang berarti sewaktu-waktu dapat mengganti
pemerintahan sesuai dengan kebutuhan atau situasi yang ada.
Keenam,
karena hanya ada satu pemenang yang akan
menguasai pemerintahan dalam sistem pemerintahan presidensial, berakibat pada
makin minimalnya kemungkinan untuk membentuk koalisi atau pembagian kekuasaan
pada kelompok oposisi (kalah) yang ada. Hal ini dianggap sebagai ancaman bagi
pembangunan sistem demokrasi, terutama di sebuah negara yang memiliki
pluralitas yang tinggi. Lain halnya dengan sistem pemerintahan parlementer,
dalam sistem ini terjadi pembagian kekuasaan atau terjadi koalisi diantara
partai yang ada, sehingga dapat menampung sebagian besar aspirasi warga
masyarakat.
Sistem
pemerintahan presidensial tidak mengenal adanya lembaga pemegang supremasi
tertinggi. Kedaulatan negara dipisahkan (separation of power) ke
legislatif, eksekutif, dan yudikatif, yang secara ideal diformulasikan sebagai trias
politica oleh Montersquieu. Presiden dan wakil presiden dipilih langsung
oleh rakyat untuk masa kerja yang lamanya
ditentukan
oleh konstitusi. Konsentrasi kekuasaan berada pada Presiden sebagai kepala
negara dan kepala pemerintahan. Selain itu, para menteri adalah pembantu
presiden yang diangkat dan bertanggungjawab kepada Presiden.
Hukum yang berlaku secara umum dalam
sistem pemerintahan presidensial adalah adanya pemisahan kekuasaan menetapkan
semua lembaga negara berada di bawah UUD 1945, sehingga UUD 1945 pun bersifat normatif
closed yaitu hanya dapat diubah oleh badan yangberwenang dan melalui cara
yang telah ditentukan oleh UUD tersebut.
Dalam UUD 1945 telah disebutkan bahwa
terdapat 8 (delapan) lembaga negara yang kewenangannya diatur oleh UUD 1945
(atributif), dengan kata lain kedelapan lembaga negara ini menerima secara
langsung kewenangan konstitusionalnya dari UUD 1945 (supremacy of law). Kedelapan
lembaga negara tersebut adalah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan
Daerah (DPD), Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Presiden dan Wakil
Presiden, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Mahkamah Agung (MA), Mahkamah
Konstitusi (MK), Komisi Yudisial (KY).
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Agar tercipta
stabilitas sistem presidensial di Indonesia, maka ada 3 hal yang perlu dibenahi
dalam sistem presidensial kita, yaitu:
a. perlunya
penyederhanaan partai politik melalui produk perundang-undangan, hal ini
dimaksudkan agar konstelasi politik di DPR melalui hasil pemilu dapat
memperkuat stabilitas pemerintahan dan memperdalam demokrasi;
b. perlunya
pelembagaan koalisi,hal ini niscaya dilakukan karena tidak ada kekuatan politik
yang dominan di DPR, untuk itu pelembagaan koalisi di DPR agar memudahkan
proses check and balance antara pemerintah dan DPR melalu dukungan partai di
DPR;
c. perlunya
pelembagaan oposisi, tradisi oposisi formal yang telah konsisten dirintis
dengan PDI-P harus dilembagakan dalam produk perundang-undangan. Melemahnya
oposisi formal tidak saja mengancam mekanisme check and balances, tetapi
juga menyumbat kanalisasi gerakan oposisi informal ke oposisi formal.
Ketiganya
bisa tercapai dengan mendasain sistem pemilihan umum dan sistem pemilihan
presiden yang sesuai dengan sosial budaya masyarakat tanpa mengurangi kekhasan
dan esensi demokrasi Indonesia.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim,
Kamus Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga,Jakarata: Pusat Bahasa
Depdiknas,2001.
Bagir
Manan, Teori dan Politik Konstitusi, Yogyakarta
:UII Press, 2003.
Dahlan
Thaib, Jazim Hamidi, Ni’matul Huda, Teori dan
Hukum Konstitusi, Rajawali Press, Jakarta
D.
Mutiara’as, Ilmu Tata Negara Umum, Jakarta:
Pustaka Islam, 1955.
Firmanzah,
Mengelola Partai Politik,Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008.
Inu
Kencana Syafiie, Sistem Pemerintahan Indonesia
(Edisi Revisi),Jakarta: Rineka Cipta, 2002.
Nukthoh
Arfawie Kurde, Telaah Kritis Teori Negara
Hukum, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.
Padmo
Wahjono, Indonesia Negara Berdasarkan Atas
Hukum, Jakarta:Ghalia Indonesia, 1983,
Hadisoeprapto
Hartono, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Yogyakarta:
liberty, 2008.
Sunarno
Siswanto, Hukum Pemerintahan Daerah di
Indonesia,Jakarta: Sinar Grafika,2009.
Latif
Abdul dan Ali hasbi, Politik Hukum,
Jakarta: Sinar Grafika,2010.
J.Kaloh,
Kepemimpinan Kepala Daerah, Jakarta, sinar grafika, 2010
Samad
sofyan, Negara dan Masyarakat,
Yogyakarta, pustaka Pelajar,2010.
Marzuki
Suparman, Tragedi politik hukum HAM,
Yogyakarta: Pustaka pelajar,2011.
M.Ilham
Habib, Tesis (Pengaruh Konstelasi Politik
Terhadap Sistem Presidensial di Indonesia), Semarang, UNDIP, 2009.