Oleh :Aris Shoim
Pemerintah
menentukan nilai standart nasioanal tak bisa maksimal dilakukan oleh
keseluruhan siswa didik sekarang ini, semua hanyalah simbol saja, dengan nilai
standart nasional yang tinggi ternyata hanyalah simbol semata. Kenyataan yang
ada sekarang ini adalah siwa didik untuk masa sekarang enggan mengerjakan UNAS
dengan hasilnya sendiri. Mereka hanya mengandalkan jawaban yang telah
disediakan oleh oknum tertentu, katakanlah tim sukses dari suatu lembaga yang
menyelenggaran tes tersebut. Banyak terjadi kasus yang sama diberbagai penjuru
Indonesia. Misalnya didaerah Sumatra dengan terang-terangan menyampaikan kunci
jawaban yang dilewatkan hanpone kepada peserta UNAS tersebut, apakah hal seperti ini
bisa menjadikan tolak ukur kelulusan untuk sekarang . Mungkin ini adalah
akibat dari penetapan nilai standart
nasional untuk Indonesia yang mempunyai perbedaan mengajar dan perbedaan
kelengkapan kegiatan belajar mengajar.
Dalam
berbagai praktek dan segala teori untuk menghasilkan nilai terbaik dan terbaik
bagi siswa Indonesia sangat lah sulit, dikarnakan banyaknya mata pelajaran yang
di ajarkan dalam sekolahan tertentu yang bisa menopang kehidupan siswa
tersebut. Bahkan pemerintah tidak memperhitungkan sebab dan akibat yang
ditimbulkan penetapan nilai standart nasioal tersebut, apakah mampu atau tidak
semua peserta didik yang di tetapkan dengan nilai standart nasional sekarang
ini, cobalah kita lihat bagaimana sistem, sarana , prasarana dalam pendidikan
yang terjadi dalam lapisan masyarakat kita ini.coba kita bedakan antara
kependidikan yang ada didesa dan kota sangat jauh berbeda. Baik dilihat dari
struktut atau infra strukturnya, dari bangunan, kualitas pengajar, semua sangat jauh berbeda. Kenapa harus ada nilai
standart nasional yang sangat ditakuti bagi kalangan siswa sekarang ini.
Perbedaan
Kita
lihat pendidikan yang terjadi pada masyarakat kota sekarang ini sangat maju dan
penuh kemedernisasian dengan kelengkapan sarana yang memadahi dengan penunjang
yang memadahi bagi kalangan pengajarnya. Disini akn bisa kita lihat dengan
kelengkapan kependidikan pasti secara garis besarnya bisa memenuhi nilai
standart nasiaonal dengan berbagai fasilitas yang mendukung dan dengan tenaga
pengajar yang professional pasti aken tercapai nilai standart tersebut,
andaikan pemerataan pembangunan fisik dan non fisik pada pendidikan bisa merata
sampai kepelosok pasti akan bisa tercapai tarjet 100 persen lulus dengan nilai
siatas standart nasional. Sekarang kita tengok menejemen pengajaran yang ada
didesa-desa sangat lah minim dengan sarana dan prasarana seadanya dan dengan tenaga pengajar yang sangat minim dan
keprofesionalan yang kurang, bahkan tunjangan bagi pahlawan tanpa tanda jasa
tersebut hanya seadanya saja, sampai-sampai tuk menghidupi keluarga setiap
harinya masih memerlukan bantuan mata pencaharian yang lain. Ya janganlah
disamakan antara pengelolaan kependidikan yang terjadi dinegara kita ini,
dengan kelengkapan pendidikan itu juga harus menjadi tolak hitung bagi
pemerintah tuk menetapkan nilai standart nasional dinegara kita ini. Sangat
berbeda bila dibandingkan system kependidikan yang terjadi dimalyisia tuk
sekang ini, mereka menetatapkan keputusan tentang penetapan nilai standart,
karena meraka sudah melakuakan pemerataan kualitas dan kuantitas yang
menyeluruh terhadap negaranya baik dikota maupun dipelosok. Bergbeda dengan
Indonesia yang di pelosok kesejahteraannya sangat terpuruk bahkan banyak
sekolah-sekolah yang tak layak dipergunakan tuk kegiatan belajar mengajar masih
dipergunakan karena sudah tak ada tempat maupun biaya tuk melestarikan tempat
belajar tesebut.
Akibat yang ditimbulkan
Sekarang
kita bisa melihat dengan nyata dan gambalang akibat yang ditimbulkan nilai
standart nasional yang telah ditetapkan pemerintah tersebut. Terjadinya ketidak
percayaan pada peserta didik dalam mengerjakan soal-soal UNAS, akhirnya mereka
tak mau berfikir sendiri dan menuggu jawaban yang telah dijanjikan oleh pihak sekolahan
atau pihak yang lainya,dalam menjalankan prosedur tersebut. Jadi pemerintah
harus menimbang dan menyediakan sarana, prasarana pada sekolah-sekolah plosok
umumnya yang jauh dari kota, harus menjadi titik tekan pada kemakmuran
sekolahan yang terpencil tersebut.
Mahasiswa Ilmu Hukum
UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar