Makalah
Kewarisan Islam
Hukum
Pembagian Harta Warisan
Makalah
untuk memenuhi tugas
Mata
kuliyah Kewarisan Islam
Dosen
pengampu Bapak Riayanta SHI. MSI.
oleh :
Mohammad
Nur Aris Sho’im (11340144)
JURUSAN
ILMU HUKUM
FAKULTAS
SYRIA’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS
ISLAM SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2011
A. PENDAHULUAN
Ucapan
Hamdallah senantiasa selalu kita haturkan kepada Tuhan seru sekalian alam.
Karena atas limpahan nikmatnya kita dapat menghirup udara yang senantiasa
menghiasi kehidupan kita. Sholawat serta salam semoga tetap kita kucurkan
kepada manusia yang telah membebaskan kita dari dunia kebodohan. Dan semoga
kita mendapatkan syafaat-Nya di hari kiamat kelak, salam sejahtera juga patut
kita sampaikan kepada ulama-ulama yang gigih dalam ijtihatnya sehingga bisa
member kejelasan pada kita tentang ilmu-ilmu yang sulit difahami.
Dimasa
yang serba canggih dan penuh dengan keaneka ragaman dalam perbikir dan berkarya
banyak sekali tantangan hidup yang harus kita jalani. Dari yang ringan kita
rasakan sampai pada pemikiran yang sangat memusingkan kita. Itulah kehidupan
yang harus kita jalani, sehingga seiring dengan kedewasaan kita dalam
menjalankan amanah kehidupan tak kunjung pula kita sebagai maka mahasiswa ilmu
hukum UIN sering dihujani pertanyaan-pertanyaan oleh masyarakat dari segi agama
hingga hukum yang dipakai oleh pemerintah.
Tak
hanya itu kita sebagai mahasiswa UIN dianggap oleh masyarakat mampu
menyelesaikan masalah-masalah yang mereka hadapi, begitu juga tentang masalah
pembagian harta warisan yang dikira sangat rumit oleh kaum abangan. Dan juga Banyak masyarakat yang sering
menanyakan tentang hukum membagikan harta warisan sebelum meninggal dunia. Di
antara alasan yang mereka kemukakan adalah khawatir jika dibagikan setelah
meninggal dunia, para ahli waris akan berselisih, selanjutnya akan mengakibatkan
terputusnya tali silaturahim di antara mereka, bahkan tidak sedikit di antara
mereka yang berakhir dengan pembunuhan. Pertanyaannya adalah apakah alasan
tersebut bisa membenarkan tindakan tersebut? Bagaimana syariat Islam memandang
masalah ini? Bagaimana hubungannya dengan hukum-hukum Islam terkait dengan
pembagian warisan?
B. PEMBAHASAN
Dalam masalah ini banyak sekali yang harus kita gali dan kita
rinci dulu masalah yang ada dalam
beberapa pengamatan kami, mari kita
pilah-pilah dulu masalah diatas dan kita golongkan dahulu dalam menentukan
hukumnya sepaya lebih spesifik dan masuk akal. Sehingga setelah kita pilah maka
menjadi tiga jenis harta :
1.
Harta Pemberian (Hibah) adalah harta yang diberikan oleh seseorang
secara cuma-cuma pada masa hidupnya. Baik diberikan kepada kerabat, keluarga,
atau kepada yang lain. Tanpa mengharapkan imbalan sesuatu apapun.
2.
Harta Warisan menurut pengertian ulama faroidh adalah harta yang
ditinggalkan oleh mayit. Baik barupa benda maupun hutang, atau berupa hak atas
harta, seperti hak usaha, maupun hak jinayah dan qishash.[1] Jadi
harta yang pemiliknya masih hidup bukanlah harta warisan, sehingga hukumnya
berbeda dengan hukum harta warisan.
3.
Harta Wasiat adalah harta yang diwasiatkan seseorang sebelum
meninggal dunia dan seseorang tersebut baru berhak menerimanya setelah yang
memberi wasiat meninggal dunia. Dalam keabsahan wasiat oleh semua ulama mazhab
sepakat hukumnua diperbolehkan oleh syariat islam.[2]
Wasiat juga dianggap sah jika diucapaka atau diperbuat dalam keadaan sehat dan
bebas dari sakit; ataupun dalam keadaan sakit yang yang membawa pada kematian.
Ketiga istilah di atas, masing-masing mempunyai hukum tersendiri,
dan dengan dasar perbedaan tersebut, kita bisa mengklasifikasikan masalah yang
sedang dihadapi masyarakat sebagai berikut:
Jika seorang bapak membagikan hartanya sebelum meninggal dunia,
maka harus dirinci terlebih dahulu:
Pertama : Jika pembagian harta tersebut
dilakukan dalam keadaan sehat wal afiyat, artinya tidak dalam keadaan sakit
yang menyebabkan kematian, maka pembagian atau pemberian tersebut disebut dinamakan
Hibah (harta pemberian), bukan pembagian harta warisan. Adapun hukumnya adalah
boleh. [3]
Kedua : Adapun jika pembagiannya
dilakukan dalam keadaan sakit berat yang kemungkinan akan berakibat kematian,
maka para ulama berbeda pendapat di dalam menyikapinya: Mayoritas ulama
berpendapat bahwa hal tersebut bukanlah termasuk katagori hibah, tetapi sebagai
wasiat, sehingga harus memperhatikan ketentuan sebagai berikut:
1. Dia tidak boleh berwasiat kepada ahli waris, seperti : anak, istri , saudara, karena mereka sudah mendapatkan jatah dari harta warisan, sebagai yang tersebut dalam hadist: “Tidak ada wasiat untuk ahli waris “ ( HR Ahmad dan Ashabu as-Sunan ). Tetapi dibolehkan berwasiat kepada kerabat yang membutuhkan, maka dalam hal ini dia mendapatkan dua manfaat, pertama: sebagai bantuan bagi yang membutuhkan, kedua: sebagai sarana silaturahim.
1. Dia tidak boleh berwasiat kepada ahli waris, seperti : anak, istri , saudara, karena mereka sudah mendapatkan jatah dari harta warisan, sebagai yang tersebut dalam hadist: “Tidak ada wasiat untuk ahli waris “ ( HR Ahmad dan Ashabu as-Sunan ). Tetapi dibolehkan berwasiat kepada kerabat yang membutuhkan, maka dalam hal ini dia mendapatkan dua manfaat, pertama: sebagai bantuan bagi yang membutuhkan, kedua: sebagai sarana silaturahim.
2.
Dia boleh berwasiat kepada orang lain yang bukan kerabat dan
keluarga selama itu membawa maslahat.
3.
Wasiat tidak boleh lebih dari sepertiga dari seluruh harta yang
dimilikinya.
4.
Wasiat ini berlaku ketika pemberi wasiat sudah meninggal dunia.
Ada sebagian ulama yang menyatakan kebolehan seseorang untuk
membagikan hartanya kepada anak-anaknya atau ahli warisnya dalam keadaan sakit,
dan tetap disebut hibah, bukan wasiat. Maka jika dia mengambil pendapat ini,
maka dia harus memperhatikan ketentuan-ketentuan di bawah ini :
- Pemberian
ini sifatnya mengikat, artinya harta yang dibagikan tersebut langsung
menjadi hak anak-anaknya atau ahli warisnya, tanpa menunggu kematian orang
tuanya.
- Sebaiknya
dia membagikan sebagian saja hartanya, tidak semuanya. Adapun hartanya
yang tersisa dibiarkan saja hingga dia meninggal dunia dan berlaku baginya
hukum harta warisan.
- Semua
ahli waris harus mengetahui jatah masing-masing dari harta warisan menurut
ketentuan syari’ah, setelah itu dibolehkan bagi mereka untuk membagi harta
pemberian orang tua tersebut menurut kesepakatan bersama (tanpa ada unsur
paksaan atau pekewuh).
Masalah berikutnya ;Jika seorang bapak membagikan hartanya kepada
anak-anaknya dalam keadan sehat wal afiat, sebagaimana telah diterangkan di
atas, maka dibolehkan baginya untuk membagi seluruh hartanya. Apakah pembagian
tersebut harus sama besarnya antara satu anak dengan lainnya, atau antara
laki-laki dan perempuan, ataukah harus dibedakan antara satu dengan yang
lainnya?
Para ulama berbeda pendapat di dalam masalah ini. Mayoritas ulama
menyatakan bahwa semua anak harus disamakan, tidak boleh dibedakan antara satu
dengan yang lainnya. Sedangkan ulama hanabilah (para pengikut imam Ahmad)
menyatakan bahwa pembagian harus disesuaikan dengan pembagian warisan yang
telah ditentukan dalam al Qur’an dan hadist.
C. PENUTUP
Memang
sangat rumit sekali pemahaman tentang tatacara pembagian warisan yang
sesungguhnya. Tapi, bagi bersungguh-sungguh dalam mempelajarinya pasti akan
mendapat kemudahan dan juga kelancaran dalam pembelajaran. Kami juga masih
ingat bahwa bapak riyanta pernah mengatakan pula pembagian harta sebelum
meninggal dunia itu bisa dikatakan hibah yang wajib diterima oleh ahli waris
atau bisa disebut dengan hibah wajibah. Memang sangat penting bagi kita untuk
memahami ilmu kewarisan. Karena, Rosullah pernah bersabda bahwa ilmu faroid
adalah ilmu yang paling utama dan juga termasuk separo dari ilmu dunia yang
pertama kali hilang dari ummatku ( HR. Ibn Majah).
Betapa
pentingnya ilmu tentang warisan, sehingga tercantum dalam hadist bahwa ilmu
yang petama kali akan hilang adalah ilmu tentang warisan. Dengan jalan meninggalnya
para ahli faroid. Mari kita bersemangat dan memacu hati dan pikiran kita untuk
memegang teguh ilmu yang kita pelajari dan harus kita singkirkan
rintangan-rintangan yang ada dengan berjalan dengan rajin dan selalu
diulang-ulang. Dengan semangat dan doa disertai usaha yang sungguh-sungguh
tanpa pantang menyerah dan dengan keyakinan yang ada dalam hati tanpa ragu dan
bimbang yakin usaha yang kita inginkan pasti sampai pada tujuan. Waallahu
a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar